Perancis. Negara ini punya makna tersendiri
bagiku. Di sanalah pertama kali aku membuka mata, di sanalah pertama kali aku
bertemu mama-papaku, dan di sana juga lah pertama kalinya aku menatap indahnya
dunia. Ya, di sanalah aku lahir.
Namaku Aska Primardi. Teman-teman dan keluargaku
biasa memanggilku Aska. Aku lahir di kota Grenoble, yang merupakan sebuah kota
kecil di kaki pegunungan Alpen, di sebuah klinik yang bernama clinique de mutualiste, pada tanggal 26
Maret 1984. Orang-orang sering bilang aku beruntung dan seharusnya bangga bisa
lahir di luar negeri. Tapi aku malah berpikir sebaliknya. Menurutku merekalah
yang beruntung. Mereka bisa dengan mudah kembali ke kota kelahirannya.
Sedangkan aku, sampai saat ini, masih belum sempat kembali melihat rumah sakit
tempat kelahiranku dan menikmati indahnya kota Grenoble. Aku pernah kembali ke
Perancis pada tahun 2003, tapi karena waktu yang terbatas, aku hanya bisa
berkunjung ke Paris saja. Sayang, padahal tinggal sedikit lagi. Semoga di masa
mendatang Tuhan masih memberiku kesempatan untuk melihat indahnya kota
kelahiranku.
Mama-papaku sering bercerita tentang makna dari
namaku, Aska Primardi. Nama “Aska” terinspirasi dari nama salah satu bahasa
komputer, bahasa Pascal. Bahasa ini yang waktu itu digeluti oleh mamaku untuk
menyelesaikan tugas pada Departement
Informatique en Science Sociale Universite de Grenoble II Perancis. Pascal
sendiri diambil dari nama Bleise Pascal adalah ahli matematika Perancis yang
namanya kemudian didedikasikan oleh Niklaus Wirth untuk nama bahasa komputer
yang dikembangkannya. Sedangkan nama Primardi, diambil dari waktu
kelahiranku. Pri yang artinya menjelang, dan Mardi
diambil dari bahasa Perancis yang
artinya hari selasa. Ini berarti aku lahir pada hari senin tengah malam, atau
lebih tepatnya menjelang hari selasa.


Di puskesmas tersebut, kepala, badan, dan seluruh
tubuhku ditepuk-tepuk supaya aku bisa segera sadar. Pihak puskesmas lantas
menghubungi taksi untuk segera membawaku ke rumah sakit L’hospital du nord. Pihak rumah sakit memutuskan aku harus tinggal
di rumah sakit selama beberapa hari untuk mendapat perawatan dan diagnosa.
Segala macam pemeriksaan termasuk pemeriksaan otak dilakukan. Sampai akhirnya
aku pulang setelah hari kesepuluh. Hasil dari pemeriksaan itu sendiri adalah, convulsion sans cause, yang berarti
kejang tanpa sebab. Pengasuhku di tempat penitipan anak pun langsung
diintrogasi, tentang kemungkinan aku jatuh. Namun menurut keterangan mereka,
tidak terjadi apa-apa, bahkan jatuh pun tidak.

Akhirnya aku pun lahir. Namun pada proses
kelahiranku, ada satu masalah besar, tubuhku sangat sulit keluar dari rahim.
Aku tidak tahu kenapa bisa begitu, mungkin ada hubungannya dengan
masalah-masalah yang sudah dialami mama selama kehamilan. Dokter akhirnya
memutuskan untuk memakai semacam penjepit, mirip tang untuk menjepit kepalaku
dan menarikku keluar. Jepitan inilah yang diperkirakan meninggalkan luka dan
akhirnya mungkin menjadi penyebab masalah di otakku.
Sejak aku keluar dari L’hospital du nord, setiap kali badanku panas, aku selalu
kejang-kejang. Orang tuaku pun bingung, sampai akhirnya nenekku datang
menjenguk. Nenekku bilang, itu hanya step biasa yang juga sering dialami
bayi-bayi di Indonesia, termasuk anak-anaknya yang lain. Menurut nenekku juga,
step ini akan hilang dengan sendirinya pada umur lima tahun.
Untuk mengatasinya, aku disarankan untuk minum
obat depakene setiap hari. Sejak itu aku tidak pernah mengalami kejang lagi, hingga aku
sekeluarga pulang ke Indonesia, dan akhirnya obat itu pun sudah tidak diberikan
lagi kepadaku. Namun kemudian pada usia 3 tahun aku mulai sering kejang, seperti
step bagi anak yang sedang demam. Pernah waktu main naik sepeda roda tiga
putar-putar dalam rumah sambil ketawa-tawa, tiba-tiba aku jatuh dan kejang.
Sejak itu aku tidak pernah dibiarkan sendiri. Harus ada seseorang yang
mendampingiku ke manapun.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar