Selasa, 26 Januari 2016

#11 Aku sudah lulus S1, apakah aku bisa bekerja? apakah aku bisa sembuh?

Ketika aku masih sibuk melakukan penelitian skripsi, pikiranku tidak bisa lepas dari 2 hal. Pertama tentang kemungkinanku untuk lulus kuliah, kedua tentang apa yang harus aku lakukan pasca lulus, karena aku masih memiliki gangguan epilepsi.

Aku tidak tahu lagi apa yang harus kulakukan. Aku sudah menjalani pengobatan medis dan terapi alternatif, tetapi tidak ada kemajuan yang berarti. Apakah gejala kejang-kejang ku ini merupakan manifestasi gangguan syaraf atau ada hubungannya dengan gangguan makhluk halus? Mengingat aku seperti orang kesurupan ketika kehilangan kesadaran.

Kecemasan yang terus bertambah ini, nampaknya ditangkap dengan jelas oleh mama.

“Kamu kok akhir-akhir ini jarang keluar rumah? Kerjaanmu hanya di dalam kamar saja. Tidak banyak cerita, dan hanya diam saja”, Tanya mama suatu hari membuka pembicaraan.

“Ah biasa aja mah, lagi sibuk mikir skripsi saja”

“Kalau bingung tentang skripsi, kan kita bisa diskusi. Jangan lupa mama juga dosen”, kata mama yang juga dosen fisipol dan komputer di UGM.

”Iya mah, nanti kalau ada pertanyaan aku tanya ke mama”

”Tapi kalau kamu stres banyak pikiran, dan sekarang belum nyaman untuk mengeluarkan uneg-unegnya, kamu bisa mencoba cara lain. Coba kamu tulis semua uneg-unegmu lalu kamu posting di dalam sebuah blog”, Saat itu mama juga menjelaskan tentang tren blogging yang sedang booming di tahun 2006.

”gitu ya mah ? ”

”Iya, coba kamu buka website blogspot ataupun wordpress, kamu bisa bikin tulisan di situ. Siapa tahu nantinya ada orang yang baca dan bisa membantu memberikan solusi bagi masalahmu. Kamu juga tidak perlu bertatap langsung dengan orang tersebut. Mungkin hal ini membuatmu lebih nyaman untuk bercerita”

Aku pun mulai mencoba menulis di dalam sebuh blog. Isi blog tersebut dengan segala opiniku tentang diriku dan epilepsi. Bagiku ini membutuhkan sebuah keberanian untuk mengakui dan bercerita bahwa diriku adalah ODE.

Beberapa hari setelah tulisan pertamaku diposting, aku mendapatkan komentar berupa dukungan pada diriku untuk tetap bersemangat menjalani hidup. Komentar ini membuatku bersemangat untuk kembali mengupload tulisan. Semakin lama tulisanku semakin bertambah, dan komentar pun muncul dari berbagai kalangan. Beberapa komentar aku perhatikan muncul dari seseorang tanpa nama. Aku percaya bahwa diantara sekian banyak komentar tanpa nama itu, terdapat komentar yang berasal dari mama. Inilah cara mama untuk membuatku nyaman  menerima sebuah nasehat tanpa merasa digurui.

Kebiasaan menulis ini membuatku menjadi seseorang yang lebih sabar dalam menghadapi masalah. Aku selalu mendapatkan solusi dari setiap masalah yang aku ceritakan dalam blog. Pikiranku tidak lagi dipenuhi oleh prasangka negatif tentang aslasan diriku harus menjadi ODE. Tetapi aku bisa mulai berpikir untuk memulai lagi proses penyembuhan dari awal. Aku menyadari bahwa langkah pertama yang harus aku lakukan adalah bersahabat dengan epilepsi ini.

Kalau memang epilepsi ini disebabkan karena proses kelahiranku, maka itu berarti aku sudah digariskan untuk hidup sebagai ODE. Ini fakta yang tidak bisa aku tolak. Aku harus ikhlas dengan kondisi ini. Aku siap untuk hidup selamanya bersama epilepsi.

Aku pun mulai bisa menerima kehadiran epilepsi. Aku tidak menolak epilepsi, dan aku pun tidak menolak jika serangan memang harus muncul. Mungkin serangan kejang adalah bentuk self-defense tubuhku untuk mengatasi permasalahan pada otak. Setelah itu, setiap kali aura pertanda serangan muncul, aku tidak lagi menolak dan menahannya. Aku berusaha untuk tetap santai dan relax. Aku coba berkomunikasi dengan epilepsi. ”Kalau memang serangan harus muncul, munculah, aku sudah siap dan memposisikan diri dalam posisi aman. Sehingga jika serangan muncul aku tidak akan terkena benda tajam ataupun hal-hal berbahaya lainnya”.  Ajaib. Ternyata kesadaran untuk membuat tubuh relax dengan pernafasan yang teratur itu membuat aura perlahan menghilang. Aku tidak jadi kena serangan kejang. Sejak saat itu setiap kali aura muncul, aku lakukan hal yang sama. Hasilnya frekuensi serangan kejang berkurang dengan signifikan. Jika sebelumnya aku bisa mengalami 3-4 kali serangan per minggu, frekuensinya bisa berkurang menjadi dua minggu sekali. Faktor psikologis memiliki peran yang sangat besar pada frekuensi serangan.

Melihat kemajuan ini, aku sangat bersyukur. Mungkin hal inilah yang harus aku lakukan sejak dahulu agar aku bisa lulus dari ujian hidup bernama epilepsi. Aku percaya bahwa jika kondisiku bisa stabil seperti ini dalam jangka waktu lama, maka aku bisa bekerja dan beraktivitas seperti orang normal pada umumnya.

Suatu hari aku mendapatkan sebuah komentar pada tulisan blogku. Nama si pemberi komentar adalah Aditya Subekti. Ia bercerita bahwa Ia adalah ODE yang saat ini telah menjalani hidup normal setelah menjalani operasi bedah syaraf otak. Sejak awal Ia menekankan bahwa epilepsi bisa disembuhkan, dia lah contohnya. Dia juga bercerita bahwa dahulu dia sering mengalami serangan, namun pasca operasi dia tidak pernah lagi terkena serangan. Bentuk serangan yang dia alami juga mirip dengan bentuk seranganku. Dia juga merasakan sebuah aura ketika akan terjadi serangan.

FYI, Aditya Subekti mengalami kesulitan dalam hal pendidikan karena riwayat epilepsinya, tetapi itu bukanlah hambatan baginya untuk berprestasi. Saat ini dia sudah menjadi pianis profesional yang menghasilkan berbagai macam karya, salah satunya soundtrack film 9 Summer 10 Autums. Berikut cuplikan video ketika dia memainkan lagu ciptaannya yang menjadi soundtrack film 9 Summer 10 Autums:


Informasi dari Aditya Subekti ini melahirkan sebuah harapan bagiku untuk sembuh. Inilah pertama kalinya aku mendapat penjelasan tentang serangan epilepsi. Sebuah penjelasan yang sangat relevan dengan kondisiku. Jika dia, yang memiliki gejala serangan yang sama denganku, bisa sembuh dan bebas serangan, berarti aku juga bisa.

Dia pun lantas memberi referensi nama dokter yang bisa melakukan tindakan operasi bedah syaraf untuk kasus epilepsi. Nama dokter tersebut adalah Prof. dr. Zainal Muttaqin, Sp. BS. Beliau adalah dokter spesialis bedah syaraf yang bekerja di rumah sakit di Semarang. Aku pun mencoba mencari tahu tentang beliau melalui google. Hasilnya, aku dapatkan informasi tentang background pendidikan kedokteran beliau dari Jepang, bagaimana beliau merintis operasi bedah epilepsi di Indonesia, sampai jumlah pasiennya yang telah dioperasi.

Fakta-fakta yang aku temukan membuatku merasa bahwa aku harus bertemu beliau. Mungkin beliau adalah seseorang yang dapat membantuku untuk sembuh. Tanpa pikir panjang aku pun langsung membagi informasi ini kepada papa-mama. Mereka menyambut dengan baik, dan bersedia menemaniku bertemu beliau.

Dari informasi yang kuperoleh, beliau praktek di dua rumah sakit di Semarang, yaitu RS Telogorejo dan RSUP dr Kariadi. Papa mencoba menghubungi RS Telogorejo dan mendaftarkan aku sebagai pasien yang akan berkonsultasi pada minggu keempat Januari 2007.


Menjelang keberangkatan ke Semarang, aku siapkan segala dokumentasi hasil tes yang pernah aku lakukan, meliputi hasil tes MRI, EEG, dan CT Scan Otak. Hasil-hasil tes ini sebelumnya pernah aku tunjukkan ke beberapa dokter syaraf, namun menurut mereka hasil tesku ‘bersih’. Tidak menunjukkan bahwa aku memiliki gejala epilepsi. Ini yang membuatku galau apakah kejang-kejang  dan teriakan tanpa sadar yang aku alami ini adalah gejala epilepsi? Atau aku memang ada makhluk halus yang membuatku kesurupan setiap saat?

Aku ingin tahu pendapat beliau. Kalau beliau memberikan kesimpulan yang sama bahwa aku tidak terdiagnosis penyakit tertentu, maka aku sudah tidak tahu lagi harus kemana untuk mendapatkan kejelasan status gangguan/penyakit yang aku alami ini beserta solusinya..............

Tidak ada komentar:

Posting Komentar