Rabu, 25 Januari 2017

#34 Epilepsi masih dekat dengan kata “malu, minder, aib, takut”

Jumat Sore. Aroma weekend sudah menyelimutiku. Sore itu aku bersama istriku sempatkan diri untuk mengunjungi RSU Bunda Menteng. Aku ada janji dengan dr Irawaty Hawari Sp.S (ketua YEI) yang juga praktek di rumah sakit itu. Beliau meminta aku dan teman-teman lain yang pernah menjalani operasi, untuk datang bertemu dengan 3 ODE yang akan dirawat di RSU Bunda. Teman-teman tersebut rencananya akan dioperasi besok sabtu (2 orang) dan lusa minggu (1 orang).

Kami diminta untuk memberikan semangat kepada ketiga ODE tersebut. Kami datangi mereka ke kamar, sambil membawa energi positif untuk mendatangkan optimisme pada diri mereka bahwa operasi akan berjalan sukses. Aku jadi ingat, 10 tahun yang lalu aku berada di posisi mereka.

Aku buka percakapan dengan menceritakan proses operasi, apa yang aku rasakan, berapa lama proses, kapan aku benar-benar sadar, sampai akhirnya bagaimana proses mengembalikan kemampuan kognitif dan memori setelah operasi. Alhamdulillah, mereka tetap bersemangat untuk menjalani operasi.

Selepas Maghrib, aku lantas berpamitan dengan dr Ira. Aku tidak sempat bertemu dengan Prof dr Zainal Muttaqin yang akan mengoperasi ketiga ODE tersebut, karena beliau baru akan sampai Jakarta besok pagi. Jadi aku titip salam saja untuk beliau. Aku sudah sempat bertemu beliau bulan lalu ketika konfrensi nasional epilesi.

Aku bersama istri pun melanjutkan untuk dinner berdua, sebelum kembali ke rumah bertemu Sofia.

“Alhamdulillah ya Mas, mereka berani untuk menjalani operasi”, Istriku membuka pembicaraan ditengah kemacetan jam pulang kantor

“Iya, semoga nantinya proses pemulihan mereka pasca operasi juga berjalan lancar”, jawabku

Tiba-tiba aku terpikir suatu hal, “Kamu lihat gak, tadi waktu kita tanya-tanya, dia bisa bercerita banyak hal ya, mulai dari sekolah, pekerjaan, teman, dll”

“Iya, emang kenapa mas?”

“Berarti banyak ya informasi yang bisa kita gali dari para ODE. Selain itu berkomunikasi juga bisa menjadi terapi bagi mereka untuk mengekspresikan segala emosi positif dan negatif mereka”

“Iya, so...?”

“Selama ini informasi yang kita dapatkan lewat kuesioner kualitas hidup rasanya kurang dalam. Bagaimana kalau kita bikin studi kualitatif yuk? Kita bikin FGD (focus group discussion) untuk mengali informasi lebih dalam. Tapi di dalamnya nanti aku juga aku tambahkan semacam terapi psikologis kelompok bagi mereka untuk membantu mereka fokus pada hal-hal baik dalam menjalani hidup sebagai ODE”

Aku tambah, “Kemarin aku sempat kirim report aktivitas YEI 2016 kepada IBE (International Bureau of Epilepsy), dan mereka sangat mengapresiasi kesibukan kita sepanjang 2016. Dengan adanya apresiasi ini, sepertinya kita harus melakukan hal yang lebih di tahun 2017 ini. Bagaimana kalau kita bantu ODE untuk mengekspresikan segala emosinya dalam FGD, mungkin nanti dari sini kita bisa sama-sama mencari solusi untuk masalah yang kita hadapi”

“Boleh juga mas”

“Bagi ODE sesi FGD ini bisa menjadi semacam terapi kelompok. Dan bagi kita, manfaatnya bisa mendapatkan data kualitatif yang banyak dan mendalam, untuk dapat menghasilkan sekian banyak research report dan jurnal. Jangan lupa, tulisan ilmiah kita nantinya dapat kita turut sertakan dalam kongres international epilepsi di Barcelona maupun Bali”, ternyata jawabanku tidak lepas dari bidang pekerjaanku sebagai researcher.







Begitu mendengar kata “Barcelona”, istriku langsung bersemangat. “Ayukkk...ayukk.....”

***

Minggu pagi, 22 Jan 2017. Saat itu ada pertemuan rutin rekan-rekan ODE di Bogor.  Aku turut serta dalam acara tersebut, dan sebelumnya sudah meminta izin kepada rekan-rekan untuk mengisi acara tersebut dengan sesi diskusi dan game. Aku sebut demikian, supaya rekan-rekan dapat memiliki gambaran yang jelas tentang apa yang akan dilakukan.

Sesi Focus Group Discussion (FGD) dimulai. Ini pertama kalinya kami mengadakan sesi FGD. Jika sebelumya acara pertemuan rutin hanya diisi dengan sesi sharing dan makan siang, kali ini coba aku tambahkan sesi FGD, dengan tujuan untuk membantu para ODE memahami kondisinya, serta mencari solusinya. Biasanya, kita sendiri sudah tahu solusi untuk masalah kita, tetapi karena kita hanya fokus pada keluhan permasalahan, maka kita tidak menyadari solusinya. Oleh karena itu dalam sesi FGD ini aku hanya berperan sebagai sebuah cermin bagi teman-teman ODE untuk melempar balik pertanyaan mereka, sehingga mereka dapat menemukan jawaban atas pertanyaan mereka sendiri.

Aku minta para ODE yang hadir dalam acara tersebut untuk berkelompok sesuai gender. Jadi aku memiliki kelompok laki-laki dan perempuan. Setelah itu aku mulai membacakan pertanyaan.

#1 Epilepsi masih dekat dengan kata “malu, minder, aib, takut”
Pertanyaan pertama, aku minta mereka untuk menuliskan 1 kata pertama (Top of Mind) yang pertama kali muncul ketika mendengar kata “epilepsi”. Inilah hasilnya




Hasilnya mirip untuk grup laki-laki maupun perempuan. Mayoritas masih memberi konotasi negatif pada kesan pertama terhadap epilepsi.  Aku minta semua ODE bercerita tentang rasa malu dan takut. Ada yang menceritakan tentang respon negatif dari teman, ataupun rasa takut serangan akan muncul saat sedang tes/ujian.

“Kalian sadar bahwa kalian memiliki rasa malu dan takut terhadap epilepsi?”, tanyaku

“Iya”, jawab mereka bergantian

“Apa yang rekan-rekan sudah pernah/ akan lakukan untuk mengatasi rasa malu dan takut ini?”

“Kami berkumpul dan saling support satu sama lain, seperti saat ini”

Walaupun mereka masih memiliki rasa malu ketika berkumpul bersama orang normal, tetapi paling tidak mereka sudah tidak merasa malu lagi untuk berbagi bersama ODE.

Aku sudah mendapat banyak informasi tentang image “epilepsi” di mata mereka. Sepertinya lain kali aku perlu mengadakan sesi FGD sendiri untuk menggali lebih jauh tentang rasa malu dan bagaiman strategi mereka mengatasi rasa malu di depan masyarakat umum. Aku berniat untuk menggali info ini di acara FGD berikutnya. Untuk sesi FGD saat ini, masih banyak pertanyaan lain yang perlu ditanyakan. Dalam sesi FGD pertama ini aku bertujuan untuk mengenali, memahami,  dan menggali apa saja masalah sosial yang dihadapi ODE. Di FGD berikutnya aku dapat menggali masalah satu per satu, serta mencari solusinya bersama.

Aku tutup pertanyaan pertama dengan memberi statement positif tentang epilepsi. Aku tuliskan 1 kata yang menurutku cocok untuk menggambarkan epilepsi yaitu : “JODOH”. Aku punya 3 alasan:

  1. Salah satu teori mengatakan penyebabku memiliki epilepsi adalah proses kelahiran, di mana saat itu kepalaku harus dijepit dengan tang, untuk segera menarikku keluar dari rahim ibu. Penjepitan pada kepala bayi yang masih lunak, dapat menyebabkan kejang. Jadi sejak lahir aku sudah berJODOH dengan epilepsi
  2. Tahun 2009 aku sempat memasuki titik jenuh dengan epilepsi. Saat itu aku sudah operasi dan bebas serangan sejak 2007. Lalu kenapa aku harus membahas epilepsi terus menerus? Aku ingin “keluar” dari epilepsi. Oleh karena itu aku memilih bekerja sendiri di Jakarta (sebelumnya tinggal di Yogyakarta bersama keluarga), fokus pada pekerjaan, karier, dll. Tapi faktanya, setelah pindah ke Jakarta, aku justru bertemu dengan pengurus YEI, dan aktif dalam kegiatan sosialisasi epilepsi sampai saat ini. JODOH tidak dapat ditinggalkan.
  3. Ketiga, aktif dalam kegiatan epilepsi membuatku bertemu dengan seseorang yang ternyata adalah JODOH ku (dalam arti sebenarnya), yaitu Istriku.
Mendengar alasanku yang terakhir semua ODE tertawa dan tersenyum. Saatnya aku menanamkan sugesti positif dalam diri mereka.

Aku minta setiap orang untuk menepuk pundak salah satu rekannya, sambil saling menasehati bahwa “epilepsi adalah jodoh kita, kamu tidak sendiri, kita semua selalu bersama”

Spontan mereka lantas memberikan tepuk tangan untuk diri mereka masing-masing.

Aku hanya memberi 1 pertanyaan sederhana, tetapi pertanyaan ini dapat membantu mereka dan menggugah rasa percaya diri mereka untuk menerima hidup sebagai ODE.

Satu pertanyaan selesai, kita pun lanjut ke pertanyaan-pertanyaan berikutnya. Sepertinya jawaban yang mengejutkan sudah siap keluar dari mulut mereka....

(BERSAMBUNG)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar