Sabtu, 13 Mei 2017

#38 Aku Ingin Menjadi Awan



Pagi itu aku masih berada di atas kasur bersama istri dan Sofia. Rasanya malas untuk keluar kamar, karena suasana di luar rumah sedang hujan deras. Matahari pun masih belum mau menampakkan diri, karena ia memilih untuk masih berselimut awan.

Seperti ritual generasi millenial, hal pertama yang aku lakukan setelah membuka mata adalah cek handphone dan membaca berbagai macam pesan yang masuk sejak malam. Tadi malam aku tidak sempat membaca pesan karena sibuk bermain bersama Sofia sampai akhirnya kami pun tertidur.

Lagi-lagi muncul pesan sejak semalam dari orang yang belum aku kenal

“Mas Aska sudah pernah operasi epilepsi ya?”, pesan awal masuk. Aku pun menjawab “iya”

Ternyata orang tersebut juga sedang memegang handphone, maka langsung muncul pertanyaan berikutnya dari dia

“Setelah operasi bisa bebas serangan kejang nggak? Apakah juga bisa bebas konsumsi obat?”

Sudah sering aku mendapat pertanyaan ini, sampai terpikir apakah aku perlu tulis kolom tips saja ya di blog ini untuk menjawab pertanyaan tersebut. Termasuk juga tips-tips persiapan fisik dan mental sebelum operasi, dan juga tips-tips pemilihan kondisi fisik dan mental pasca operasi.

Aku pun mencoba menjawab pertanyaan tersebut. Aku ceritakan bahwa setelah operasi tahun 2007, aku bebas serangan. Mulai tahun 2008 bebas konsumsi obat. Tapi sempat terkena serangan kejang kembali di tahun 2012, karena faktor lelah, kerja lembur, makan tidak teratur, dll. Saat itu aku diberi 2 option oleh dokter: (1) Bisa bebas konsumsi obat, tetapi harus resign dari pekerjaan saat itu, dan cari pekerjaan lain yang lebih ringan dan jam kerjanya teratur. (2) tetap stay di pekerjaan sekarang, tetapi kembali konsumsi obat.

Aku pilih option ke 2, karena aku juga ingin terus mengembangkan karier di pekerjaan saat ini, dan juga bisa memberi nafkah kepada keluarga secara lahir & batin. Konsekuensinya, aku memang harus mengkonsumsi obat lagi. Tetapi kali ini hanya 1 jenis obat (Carbamazepine) dengan dosis sehari 2 x 1 tablet. FYI, sebelum operasi aku harus konsumsi 3 jenis obat, ada yang 3 x 1, ada yang 3 x 2, ada yang 1 x 1 per hari. Dan dahulu walaupun aku konsumsi 3 jenis obat, aku masih sering terkena serangan kejang. Dalam 1 minggu bisa 2-4 kali. Saat ini aku bebas serangan kejang sejak 2012.

Itulah jawaban yang aku berikan kepada rekan-rekan yang bertanya kepada ku. Response mereka beragam, namun mayoritas kurang puas, karena mereka berharap bahwa operasi dapat membuat ODE 100% bebas serangan kejang dan bebas kejang. Tapi aku bisa memakluminya, siapa sih yang nggak mau sembuh?

“Ayaaahh....bangun”, tiba-tiba teriakan Sofia membuatku terkejut. Rupanya dia sudah bangun.

Kami pun segera keluar kamar, mematikan lampu luar rumah, membuka pintu, dan menuju ruang keluarga.

Istriku segera menuju dapur untuk mempersiapkan sarapan bagi kami. Aku dan Sofia menunggu di meja makan.

“Ayah...aku tadi mimpi”

“Mimpi apa?”

“Mimpi indah..”

“Ada banyak balon”

“Warna apa aja balonnya?”

“Warna Warni”

Sofia sedang asyik bercerita, dan tiba-tiba istriku sudah kembali ke tempat kami dengan membawa sajian makanan untuk sarapan pagi.

Selesai makan, seperti ritual biasanya, aku segera mengambil obat anti epilepsi dan vitamin untuk aku konsumsi di pagi hari. Melihat hal itu, Sofia langsung berteriak

“Ayaaah....aku mau, aku mau......”, dia segera turun dari kursi, dan berlari menuju ke tempatku berdiri. Dia bukan bermaksud untuk mengkonsumsi obat juga, tetapi dia ingin memberi suapan obat kepada ku.

Dia segera memegang tablet obatku dengan jari-jarinya, lalu mengarahkan ke depan mulutku

“Aaaaakkkk Yah.....”, dia memintaku membuka mulut.

Aku segera membuka mulut, dan menelan obat tersebut dengan minum air putih.

“Ayah sehat ya....Aku sayang Ayah”, jurus rayuannya mulai keluar. Biasanya dia mengucapkan hal itu sambil memegang alisku lalu menciumku.

Aku pun berjanji kepadanya untuk tetap menjaga kondisi tubuh. Agar aku tetap fit dan sehat. Aku imbangi konsumsi obat dengan olahraga.

***


Obat adalah sebuah solusi untuk mengurangi frekuensi serangan kejang. Walaupun mengkonsumsi obat, aku masih dapat menjalankan peran sebagai suami dan ayah bagi keluarga. Bukankah ini adalah hal yang baik? Daripada aku memaksakan diri untuk tidak mengkonsumsi obat namun resikonya adalah aku bisa terkena serangan kejang kembali? Dan pada akhirnya aku tidak bisa memberi nafkah kepada keluarga. Jadikan saja konsumsi obat sehari-hari sebagai bagian dari gaya hidup, dan juga sebagai role model bagi Sofia untuk bertanggung jawab menjaga kesehatan pribadi.  

Hidup ini singkat, dengan mengkonsumsi obat, kita tidak terkena serangan kejang, pada akhirnya kita juga dapat melakukan berbagai macam hal. Daripada menunda segala hal hanya untuk menunggu kesembuhan sempurna yang tidak tahu kapan akan terjadi. Kita hidup di sini dan di saat ini, bukan di masa lalu, apalagi masa depan.

Obat tetap penting. Terkadang aku juga memberikan pertanyaan retoris kepada teman-teman ODE yang tidak mau mengkonsumsi obat, “Jika keluarga dapat memahami dan peduli dengan kondisi kesehatan kita, mengapa justru kita yang terkadang tidak peduli dengan kondisi kita?”

Selain obat, masih 1 pertanyaan yang sering datang padaku, “Mas Aska kan sudah operasi? Tetapi mengapa masih bisa terkena serangan kejang?”.

Ini sudah pernah dijawab oleh Prof Zainal dalam acara Kick Andy

"Jangan biarkan epilepsi aktif di otak kita dalam jangka waktu lama. Semakin sering serangan kejang, semakin banyak sel otak rusak, sedangkan sekarang belum ada teknologi regenerasi sel otak. Area sumber kejang di otak bisa meluas”

“Jika memang tidak ada kemajuan yang signifikan setelah berobat selama 2 tahun, maka perlu dipertimbangkan operasi (aku dulu menunggu 10 tahun lalu operasi). Semakin banyak sel otak rusak, semakin besar kemungkinan IQ rendah, ataupun retardasi mental"

“Jika lebih dari 2 tahun, ada kemungkinan sumber kejang di otak meluas dan menyebar ke bagian otak yang lain. Jadi walaupun sumber utama sudah diangkat lewat operasi, bisa jadi masih ada sumber kejang di bagian-bagian kecil otak yang lain”



Itu lah jawabannya, mengapa aku masih memiliki kemungkinan mengalami serangan kejang pasca operasi. Aku dulu hidup sebagai ODE dengan frekuensi kejang yang tinggi selama 10 tahun. Walaupun sekarang aku tidak pernah lagi kena serangan kejang, namun aku tetap harus menjaga kondisi fisik dan mental untuk tetap sehat, sehingga kecil kemungkinan munculnya serangan kejang.

***


Pagi itu aku dibangunkan oleh sebuah sinar matahari terang yang menembus kamar hotelku di pulau Bintan. Aku lihat situasi di luar sangat indah. Air laut sedang surut dan mulai banyak hewan-hewan laut kecil berjalan bersama.


Aku ajak Sofia melihat semua itu. Rasa takut, penasaran, senang, bercampur dalam dirinya. Aku pun menggandeng tangannya dan mengajak dia untuk berjalan ke ujung pantai. Sampai akhirnya kami menemukan kumpulan batu-batuan besar yang sebelumnya tenggelam dalam air laut. Aku duduk bersamanya diatas bebatuan tersebut.

"Ayah apa itu?" tanya dia sambil menunjuk awan

"Itu awan nak"

"Bentuknya seperti bis kucing nya Totoro ya", kata dia sambil menatap awan dengan penuh imajinasi

"Oh iya ya?"

"Tuh...tuh...seperti dino. Dino yang lehernya panjang itu namanya siapa yah?"

"Brontosaurus"

"Awannya indah ya Yah"

"Iya Nak"

Awan tidak pernah bertanya mengapa ia harus berbentuk demikian

Awan tidak pernah mengeluh saat ia harus jatuh dalam bentuk hujan untuk menghantam bumi, karena ia tahu suatu saat ia akan terbang kembali ke langit dan menjadi awan kembali

Sofia tidak pernah bertanya mengapa harus memiliki ayah dengan epilepsi. So mengapa aku (baca: kita) harus menghabiskan waktu hanya untuk bertanya "mengapa aku harus hidup dengan epilepsi?"

Yang terpenting adalah bagaimana caranya bisa hidup sehat dan menjalani berbagai peran bersama epilepsi sebagai anak, pasangan, atau orang tua.


Itulah salah satu key message yang aku dapatkan dalam sesi Focus Group Discussion (FGD) bersama teman-teman ODE beberapa bulan yang lalu. Alhamdulillah aku mendapat kesempatan dari Yayasan epilepsi internasional untuk mempresentasikan report studi kualitatif tersebut dalam seminar epilepsi di Barcelona pada bulan september 2017.

"Seperti awan nak, dulu ayah harus jatuh bersama epilepsi, dan sekarang saatnya kita bangkit bersama epilepsi", aku katakan itu kepada Sofia, tanpa peduli apakah dia sudah memahami perkataanku tersebut atau tidak.


"Aku mau seperti awan yah, bisa terbang", tiba-tiba dia berkata, seolah-olah dia mengerti perkataanku sebelumnya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar