Rabu, 14 Desember 2016

#32 “Pegang tanganku erat-erat ya Ayah”

Kantor sudah mulai sepi, hanya tinggal tersisa 2 orang, yaitu Aku dan staf dibawahku. Aku lihat jam tanganku, Jum’at 2 desember 2016 pukul 20:00.

“semoga pekerjaan ini segera selesai”, kataku dalam hati. Aku menginginkan pekerjaan bisa selesai hari ini, sehingga aku bisa segera pulang dan bertemu Sofia. Hari ini adalah hari ulang tahunnya yang ke 3. Selain itu, aku juga tidak ingin membawa beban pekerjaan di hari libur besok.  Terlebih lagi lusa aku akan memulai cuti panjang untuk berlibur bersama keluarga ke Australia.

“Udah selesai nih Pak”, stafku memanggilku 30 menit kemudian

“Ok, mari kita cek dan segera pulang”

Hanya butuh waktu 5 menit untuk cek validitas dan reliabilitas data. Setelah semua ok, aku segera mengirimkan laporan data tersebut kepada atasan sambil mengingatkan bahwa aku akan memulai cuti panjang minggu depan.

Aku pun langsung membereskan meja dan segala barang-barangku.  Hawa liburan sudah mulai merasuk ke dalam pikiranku. Aku segera berlari keluar kantor.

Tiba-tiba handphone ku bergetar. Ada sebuah pesan masuk.

“Aduh ada apa lagi nih, apakah ada yang salah pada laporan data tadi?”, tanyaku dalam hati setengah was-was

Aku buka handphone, dan aku lihat ada pesan masuk tetapi bukan dari atasanku. Pesan tersebut ternyata berasal dari Facebook.

Aku baca pesan tersebut

Salam kenal Pak Aska. Saya ODE juga seperti Pak Aska. Saya pernah membaca kisah Pak Aska di web. Kalau bapak  kan sudah bebas dan sembuh dari epilepsi, sedangkan saya sendiri masih kena serangan kejang, dan juga disertai rasa cemas, rasa tidak percaya diri. Terlebih lagi akhir-akhir ini rasa cemas kekhawatiran munculnya serangan semakin besar. Saya lelah dengan ini semua

Kalau bapak berkenan memberi sedikit saran kepada saya, kira-kira apa yang harus saya lakukan untuk menghilangkan rasa khawatir munculnya serangan ini. Saya ingin terbebas dari semua ini. Terbebas dari serangan kejang, dan juga terbebas dari epilepsi. Saya lelah dengan semua ini. Saya merasa tidak berguna untuk suami dan keluarga saya. Kapan saya akan sembuh? Saya ingin sekali menjadi orang yang mampu memberikan kebahagiaan untuk keluarga. Bukan malah sebaliknya…………..

Pesan yang panjang. Aku akan menjawabnya di rumah saja. Sekarang yang penting pulang terlebih dahulu sebelum terlalu malam.

Sesampainya di rumah, Sofia sudah menyambutku disertai permintaannya untuk menyalami dan memelukku.  Aku juga harus segera membereskan koper sebelum berangkat lusa. Pada akhirnya aku pun tidak sempat lagi membalas pesan di Facebook tersebut.

***

Keesokan harinya, jadwal kegiatanku sudah penuh seharian. Ada 2 agenda hari ini, yaitu acara lamaran saudara sepupuku, dan juga hari pertama konfrensi epilepsi nasional di Jakarta. Khusus untuk konfrensi epilepsi, aku harus menyempatkan diri datang hari ini membantu teman-teman, mengingat besok aku sudah berangkat liburan dan tidak bisa menghadiri konfrensi di hari kedua.

Acara lamaran dapat berjalan dengan lancar, dan setelah makan siang aku lanjut menghadiri konfrensi bersama istri dan Sofia.

Rasanya seperti nostalgia dalam konferensi itu. Aku bertemu lagi dengan Aditya Subekti dan ibunya. Dia adalah seorang pianis sekaligus komposer lagu, yang juga memiliki epilepsi. Dia adalah orang pertama yang membuka mataku tentang operasi bedah otak  epilepsi di Indonesia. 10 tahun yang lalu, dia bersemangat mengirimkan foto-foto dia selama operasi kepadaku, untuk membuatku yakin mengambil keputusan epilepsi. Hal yang sama aku lakukan sekarang melalui tulisan di blog ini.

Kusapa juga Ibunya. Aku selalu ingat pesan dari ibunya

“Epilepsi itu sama seperti penyakit lain. Sama seperti sakit jantung, asma, diabetes, dll. Sama-sama mengganggu kesehatan kita. Tidak ada yang spesial dengan epilepsi. Tetapi kita terlalu banyak mengeluh, cemas, khawatir. Padahal pasien jantung, ginjal, asma, diabetes tetap bisa bekerja dan beraktivitas normal tuh. Kenapa kita tidak? Jangan jadikan epilepsi sebagai penghambat”

Dia juga menambahkan,

“Saya bilang kepada anak saya, kamu tidak perlu takut tidak bisa mengendarai mobil. Tidak apa-apa jika tidak bisa mengendarai mobil, yang penting kita bisa bekerja dan membayar sopir.  Masih lebih hebat orang yang bisa membayar sopir, daripada orang yang hanya bisa mengendarai mobil”

Sepasang ibu dan anak ini memang memiliki ciri yang unik, mereka sangat percaya diri dengan kondisi mereka. Opininya tidak salah, hanya saja berbeda dengan mayoritas ODE yang masih belum percaya diri. Sebenarnya opini ini sudah bisa menjawab pertanyaan yang aku dapat semalam. Hanya saja mungkin sekarang bukan saatnya yang tepat untuk menjawab seperti ini, karena belum tentu pas untuk rekan ODE yang sedang down.

Aku sangat setuju dengan pendapat “Jangan jadikan epilepsi sebagai penghambat”. Tetapi aku harus mencari cara komunikasi yang pas untuk menyampaikan pesan tersebut kepada rekan ODE ini.

Di akhir acara aku menyempatkan diri untuk menyapa Prof dr Zainal Muttaqin. Ini adalah nostalgia kedua. Beliau adalah dokter yang mengoperasi ku hampir 10 tahun yang lalu. Beliau menghadiri konfrensi ini sebagai pembicara membahas terapi bedah epilepsi di Indonesia.




Aku perkenalkan dia kepada Istri dan Sofia. Inilah pertama kalinya mereka bertemu dengan beliau

***

Hari minggu pagi, aku berkumpul bersama papa, mama, adik, istri, dan Sofia. Kami akan memulai perjalanan liburan kami ke Perth dan Melbourne.

Setibanya di Perth, kami disambut udara dingin. Ini adalah musim panas, tetapi suhu udaranya sekitar 15 derajat celcius. Untuk orang-orang yang biasa tinggal di Negara tropis seperti kami, udara ini sudah cukup dingin. Terlebih lagi bagi Sofia, ini pertama kalinya kulitnya menyentuh udara dengan suhu tersebut. Aku pun segera memakaikan jaket kepadanya.



Selama di Perth kami banyak berkunjung ke tempat wisata alam dan sejarah. Hampir semua berada di tempat terbuka disertai suhu dingin dan angin yang kencang.

Di hari kedua, Sofia mulai kedinginan. Dia pun meminta satu hal kepadaku:

“Pegang tanganku erat-erat ya Ayah”,  suatu permintaan yang sederhana. Aku pun lantas menggenggam tangannya. Ketika tangannya sudah hangat, dia lantas meminta tanganku membuka genggaman.

Tapi permintaan itu datang kembali beberapa jam kemudian, baik ketika dia sedang berjalan, duduk di toddler stroller, ataupun makan.

Setelah menghabiskan waktu 4 hari di Perth, kami pun melanjutkan perjalanan ke Melbourne. Aku sempatkan diri mengunjungi Convention & Exebition center tempat aku melakukan presentasi hasil studi epilepsi pada acara kongres epilepsi asia pasifik 2010



Di Melbourne, suhu udara lebih dingin daripada Perth. Sofia semakin sering meminta aku menggenggam tangannya. Sofia juga sering kali minta digendong ketika dia sudah lelah dan kedinginan.

Permintaan dari Sofia adalah permintaan yang sederhana bagi kita, tetapi penting bagi dia. Dia ingin memiliki orang tua yang dapat diandalkan dalam berbagai situasi.

Aku jadi berpikir, “Kalau tiba-tiba sekarang aku kena serangan kejang lagi karena kelelahan atau suhu yang terlalu dingin ini, apakah aku masih bisa diandalkan oleh Sofia?”

“Kenapa tidak?”, jawabku sendiri

“Serangan kejang kan hanya sekian detik/menit, setelah itu bisa beraktivitas normal kembali”

“Kalau tidak mau beresiko, tidak perlu menggendong Sofia, cukup genggam erat tangannya saja. Biarkan dia tetap duduk di atas stroller. Intinya, aku tetap memiliki arti dan berguna bagi Sofia”. Aku terus berbicara dalam hati.

Aku jadi teringat pertanyaan yang aku dapatkan di Facebook malam itu.

Kalau aku ingin memberikan kebahagiaan bagi keluarga, apakah harus menunggu aku terbebas dari serangan kejang terlebih dahulu?

Apakah aku tidak bisa memberikan kebahagiaan bagi keluarga saat ini walaupun aku masih kena serangan kejang?

Aku pun mendapatkan inspirasi untuk menjawab pesan di Facebook tersebut

Jangan jadikan epilepsi sebagai penghambat. Tidak perlu lagi khawatir dan terimalah fakta bahwa kita adalah ODE. Jangan gunakan pikiran dengan sia-sia hanya untuk mengeluh tentang kondisi kita. Gunakan pikiran untuk mencari solusi hidup sehat bersama epilepsi.

Evaluasi diri tentang aktivitas apa saja yang biasa dilakukan. Probabilitas serangan kejang lebih tinggi untuk muncul dalam aktivitas apa? Mana aktivitas yang jarang berpotensi menimbulkan serangan? Setelah tahu itu semua, maka aturlah aktivitas terjadwal sesuai kebutuhan kita untuk membahagiakan kita dan keluarga.

Pada akhirnya kita dapat beraktivitas normal walaupun memiliki epilepsi. Jangan tunda lagi segala aktivitas sampai kita sembuh, karena kita tidak akan pernah tahu kapan akan sembuh. Saya saja sekarang, dari tes EEG terakhir, masih memiliki potensi munculnya serangan kejang, walaupun potensinya jauh lebih kecil daripada saat sebelum operasi.

Bukan lagi: “Saya ingin sembuh agar saya dapat beraktivitas seperti orang normal”

Tetapi kita ubah menjadi: “Saya tetap bisa beraktivitas normal walaupun memiliki epilepsi”

***

Malam itu, di Etihad Stadium Melbourne, Sofia nampak ceria melihat aneka cahaya lampu dan kembang api disertai iringan musik. Aku genggam tangannya sebelum dia meminta. Aku genggam tangannya di tengah angin dan udara dingin Melbourne di malam hari.  Sambil kubisikkan dalam telinganya

Thank you for the inspiration
You’re so beautiful
You're a sky full of stars

Coldplay pun mulai memainkan lagu tersebut dihadapan kami


Sabtu, 26 November 2016

#31 EpsyDiary: Asisten digital pribadi bagi ODE

Malam ini tubuhku mulai terasa lelah. Sepanjang hari aku habiskan waktu untuk berkeliling kota Medan, bersama tim riset lokal untuk bertemu konsumen dalam  sesi interview pengumpulan data riset. Medan adalah kota terakhir yang aku kunjungi dalam seminggu belakangan ini. Sebelumnya aku juga mengawasi jalannya riset di Jabodetabek, Makassar, Surabaya, Yogyakarta.  Pekerjaan ini melelahkan, tetapi aku puas, karena memang inilah bidang pekerjaan yang sesuai dengan passionku: riset & perilaku konsumen.

Tim kota Medan pun mengantarkan ku ke sebuah hotel untuk beristirahat malam ini. Aku pun segera check in dan lantas menuju kamar.  Sesampainya di depan kamar, aku lantas menaruh kartu kunci pada depan sensor pintu, dan pintu pun terbuka dengan sendirinya.

Ketika aku membuka pintu, yang aku lihat hanya kegelapan dalam kamar. Sunyi sepi, aku tidak mendengar suara apapun. Sudah seminggu ini aku tidak mendengar suara anak kecil yang  biasanya bersemangat menyambut kedatanganku

“Ayah….”, aku ingat nada suara itu

“Ayah dari mana sih?”, Setiap hari Sofia menyambut kedatanganku di rumah  sepulang kerja dengan pertanyaan itu.

Biasanya dia juga bersembunyi saat aku membuka pintu. Dengan bahasa kalbu,  dia mengirimkan sinyal kepadaku, dia minta aku untuk berusaha mencarinya ke tempat persembunyiannya. Saat aku berusaha mencari, dia pun lantas muncul dengan tiba-tiba untuk membuatku terkejut.

Setelah itu dia biasanya langsung memeluk dan menciumku. Terkadang dia melakukan hal ini sambil mengucapkan “Aku sayang Ayah”. Ini adalah ucapan tulus dan jujur dari seorang anak yang hampir berumur 3 tahun.

Dia lalu menanyakan berbagai hal kepada ku:

“Ayah dari mana?”, belum sempat aku jawab dia sudah bertanya kembali

“Ayah udah makan?”, aku menggelengkan kepala

“Ayah udah mandi?”, aku kembali menggelengkan kepala

“Ayah udah sholat?”

“Belum, Ayah kan baru pulang dari kantor, sekarang baru mau mandi, sholat, terus makan”, aku menjawab

“Ayah udah minum obat?”, Untuk satu hal ini dia tetap konsisten bertanya padaku setiap hari. Beberapa hari yang lalu saat aku sedang melakukan video call bersamanya, dia juga menanyakan pertanyaan ini. Dia sudah terbiasa melihatku mengkonsumsi obat anti epilepsi setiap hari.


Aku bersyukur memiliki keluarga yang memahami dan terus mendukungku hidup sebagai ODE. Mereka tidak pernah lupa mengingatkanku untuk mengkonsumsi obat. Ini membuatku tetap bersemangat menjalani hidup. Sebagai kepala keluarga aku harus tetap sehat, agar tetap bisa memenuhi kebutuhan lahir-batin istri dan anakku.

Aku terkadang heran melihat beberapa teman ODE yang tidak mau disiplin mengkonsumsi obat anti epilepsi, padahal keluarganya selalu mendukung dia untuk bisa sembuh dan bebas serangan kejang. Mungkin mereka lupa bahwa epilepsi tidak hanya membawa dampak bagi dirinya pribadi sebagai ODE, tetapi juga keluarganya sebagai suami/istri/ayah/ibu/anak dari ODE.

***

Aku sudah selesai mandi malam ini di kamar hotel. Aku pun hanya duduk di atas kasur ditemani suara TV.  Biasanya setiap hari, setelah mandi sepulang kerja, suara itu muncul lagi menyambutku keluar dari kamar

“Ayah udah mandi?”

“Udah, ini udah selesai”

“Ayah udah sholat?”, jika saat itu aku belum sholat, biasanya aku lantas mengajak dia sholat berjamaah denganku.

“Ayah udah makan?”, kalau saat itu aku sudah selesai makan, biasanya dia lantas meminta neneknya, yang menjaganya sepanjang hari, untuk pulang ke rumah, dan Sofia akan menghabiskan waktu bersamaku di rumah.

Tetapi malam ini aku hanya ditemani oleh suara TV. Aku pun langsung mengambil obat anti epilepsi dalam tasku, dan segera meminumnya. Aku sudah sempat makan malam sebelum tiba di hotel tadi. Walaupun aku sudah bebas serangan kejang bertahun-tahun, aku tetap harus menjaga kondisi dengan mengkonsumsi obat.

Saat ini Sofia masih rajin mengingatkanku untuk konsumsi obat setiap hari. Tetapi beberapa tahun lagi, saat dia beranjak besar, remaja, dan dewasa, mungkin dia tidak bisa lagi rutin mengingatkanku minum obat. Dia sudah memiliki kesibukan sendiri.

Jadi siapakah yang bisa membantuku setiap saat mengingatkan konsumsi obat, mencatat beberapa kejadian terkait dengan evaluasi pengobatan dan efek samping obat?

Pertanyaan ini sudah terpikirkan olehku bersama teman-teman pengurus Yayasan Epilepsi Indonesia (YEI) sejak beberapa tahun yang lalu. Saat ini sistem informasi sudah semakin canggih. Kini ada sistem mobile yang membantu kita pesan dan membeli obat secara online, konsultasi langsung dengan dokter via mobile phone system lengkap dengan biaya konsultasinya, dll.

Apakah mungkin kita memiliki sistem informasi epilepsi berbasis android dan iOS agar dapat dipakai di handphone kita? Alhamdulillah visi ini disambut baik oleh PT Kalbe Farma, tbk.

Saat ini YEI dan Kalbe sedang mengembangkan aplikasi epsydiary berbasis Android dan iOS. Dalam aplikasi ini kita dapat mencatat waktu konsumsi obat lengkap dengan remindernya, form untuk mencatat indikasi efek samping obat sebagai bagian dari tahap evaluasi proses pengobatan, mencatat kapan munculnya serangan kejang, ataupun panduan P3K bagi ODE saat terkena serangan kejang.

Saat ini sistem informasi epsydiary sudah memasuki tahap trial. Sekian banyak ODE dan dokter diundang untuk mencoba sistem ini sebelum nantinya resmi launching di bulan desember 2016. Ketika sudah resmi launching kita dapat download gratis di google play store & apple app store.


Selain mengembangkan sistem, kita juga wajib untuk mendidik para ODE agar siap dengan sistem ini. ODE menjadi lebih disiplin dalam mencatat segala bentuk serangan kejang yang dialami, waktu dan tempat munculnya serangan kejang, obat yang dikonsumsi, efek samping obat, dll.

Informasi yang detail dan lengkap ini dapat membantu dokter dalam memberikan solusi yang tepat bagi setiap ODE.  Selama ini ODE hanya kontrol rutin bulanan ke dokter untuk meminta resep obat. Di dalamnya tidak banyak dilakukan evaluasi kinerja obat dalam tubuh ODE, karena ODE sendiri juga tidak banyak mencatat hal-hal yang terjadi pada tubuhnya selama mengkonsumsi obat. Informasi yang didapatkan oleh para dokterpun tidak lengkap.

Aplikasi epsydiary ini diharapkan dapat mendukung kerja sama dokter dan ODE menjadi lebih optimal

***

Latar belakang pekerjaan sebagai researcher dan data analyst, membuatku melihat adanya peluang lain yang dihasilkan dari epsydiary ini, yaitu big data epilepsi dan ODE di Indonesia.

Jika nantinya banyak ODE yang menggunakan aplikasi ini, YEI bisa mendapatkan data yang sangat besar tentang ODE di Indonesia, seperti:
  1. Distribusi penyebaran populasi ODE di setiap kota di Indoensia.
  2. Distribusi penyebaran pengguna berbagai macam jenis obat anti epilepsi di Indonesia.
  3. Distribusi jenis serangan kejang yang dialami ODE di setiap kota di Indonesia.
  4. Profil ODE di Indonesia: gender, usia, dll
  5. Kita catat kapan serangan kejang muncul, nanti terbentuk pola kejang muncul setiap sekian hari, sekian minggu, atau sekian bulan. Dengan analisis statistik, kita dapat melihat pola angka-angka tersebut dan kemudian memprediksi ke depannya kapan serangan kejang kemungkinan besar akan muncul.

Ini hanya lah beberapa contoh informasi yang bisa kita dapatkan. Masih banyak informasi-informasi lainnya jika kita telaah datanya lebih dalam lagi. Informasi-informasi ini nantinya dapat dimanfaatkan bagi kita dalam berbagai hal, salah satunya adalah memberikan data yang lebih valid bagi Kementrian Kesehatan RI tentang epilepsi di Indonesia. Kita punya data yang lebih valid tentang distribusi penggunaan obat anti epilepsi di setiap kota di Indonesia. Sehingga jika kita menemui masalah kesulitan obat seperti saat ini, kita bisa memberi saran bagi kemenkes untuk memproduksi kembali jenis obat tertentu, ataupun mengatur ulang arus distribusi obat, agar obat yang tepat didapatkan oleh ODE yang tepat. Jangan lupa bahwa setiap ODE itu mengkonsumsi obat anti epilepsi yang berbeda, dengan dosis yang berbeda pula.

Ah, ini hanyalah anganku saat ini, semoga suatu saat dapat terwujud. Langkah pertama yang harus aku lakukan saat ini adalah mencoba sistem trial epsydiary,  memberikan feedback bagai developer system, sampai akhirnya sistem informasi epsydiary benar-benar resmi dilaunching. Nantinya sistem dapat terus diupdate menambah beberapa fitur-fitur lain.


Mungkin fitur tambahannya adalah bisa mengganti suara reminder konsumsi obat. Kalau bisa, aku akan mengganti suara remindernya dengan suara Sofia, “Ayah sudah minum obat?”

Kamis, 24 November 2016

#30 We are a Smart Consumer with Epilepsy

Di akhir 2015, aku memulai pekerjaan baru sebagai Marketing Research Manager di salah satu perusahaan lokal terbesar di Indonesia. Pada pekerjaan baru ini aku tidak lagi mengkhawatirkan tentang histori dan statusku sebagai ODE (Orang Dengan Epilepsi), karena aku percaya bahwa performance kerja yang baik dapat menutupi histori kesehatanku. Selain itu, makin banyak anggota masyarakat yang mengenalku sebagai ODE melalui tulisan di blog ini, jadi sudah tidak saatnya lagi menutupi histori epilepsi.

Satu hal terpenting yang aku cari melalui pekerjaan baru ini adalah pengalaman bekerja di sisi klien, setelah sebelumnya aku lebih banyak bekerja di sisi research agency. Aku tetap bertanggung jawab dalam hal marketing research, tetapi kali ini aku tidak hanya sibuk mengeksekusi riset ataupun menganalisis data saja, tetapi juga memahami segala business issue dibalik riset, serta bagaimana mengaplikasikan hasil riset dalam bisnis sehari-hari.

Salah satu jenis marketing research yang umum dilakukan adalah penelitian eksperimen tentang sebuah produk yang disertai dengan konsep dan kemasan. Performance produk yang baik juga harus diikuti dengan konsep yang baik, sehingga kita dapat memiliki cara komunikasi yang pas kepada konsumen dalam memasarkan dan menjual produk tersebut. Bisa jadi sebenarnya produknya bagus, tetapi cara komunikasi yang tidak pas menyebabkan konsumen menilai produk tersebut tidak sesuai dengan harapan konsumen.

Aku pun mencoba membantu seorang brand manager untuk membangun sebuah konsep produk. Di dalamnya harus memiliki info yang jelas tentang situasi di pasar saat ini, kebutuhan konsumen saat ini yang belum dapat dipenuhi dengan produk yang ada di market, sampai tentang sebuah produk baru yang menjadi solusi permasalahan ini.

Setelah konsep terbentuk, maka bisa dilanjutkan untuk mengembangkan sebuah produk sesuai dengan konsep tersebut. Setelah konsep dan produk selesai, kita lakukan riset kepada konsumen untuk memahami penerimaan konsumen terhadap konsep dan produk tersebut, serta perbandingannya dengan produk kompetitor yang ada di market saat ini. Produk baru dan konsep yang sedang dikembangkan ini berhubungan dengan kategori obat.  

Sepintas aku baca beberapa konsep yang dievaluasi, aku menemukan kalimat-kalimat yang umum muncul dalam mayoritas komunikasi iklan seperti:

“Ampuh mengatasi gangguan kesehatan”

“Bekerja cepat menghilangkan rasa sakit”

“Cocok untuk segala usia”

“Cocok dikonsumsi oleh pria dan wanita”

“Tidak memiliki efek samping”

“Bebas dari bahan kimia berbahaya”

“Bebas dari bahan pengawet”

“Terbuat dari bahan alami”

“Kami memahami Anda”

“Semua bisa disembuhkan”

“Pengobatan yang aman”

“Pengobatan yang murah”

“7 dari 10 orang yang telah mengkonsumsi obat ini dapat sembuh”

Kalimat-kalimat tersebut dapat mengundang ketertarikan konsumen untuk mencoba mengkonsumsi obat tersebut. Terlebih lagi pada konsumen yang hampir atau sudah mencapai tahap keputus-asaan dalam usaha menyembuhkan gangguan kesehatannya.

Setelah perilaku konsumen untuk mencoba terbentuk, maka perilaku tersebut harus dipertahankan. Maka tak jarang dalam sebuah konsep terdapat klaim:

“Obat dapat bekerja efektif setelah dikonsumsi 10 kali”

“Obat harus dikonsumsi rutin selama 3 bulan”

“Tidak sembuh uang kembali”

Dari sisi marketing, jika produk kita banyak diminati konsumen artinya kita berhasil.

Tetapi jika dilihat dari kacamata konsumen secara umum, apakah benar gangguan kesehatan seluruh konsumen dapat disembuhkan sesuai klaim dalam konsep tersebut?

Kemudian pertanyaan berikutnya yang tiba-tiba muncul dalam benak adalah:

Ini tadi kita berbicara tentang konsumen obat secara umum. Sekarang bagaimana dengan ODE sebagai konsumen?

***

ODE sangat rentan terhadap godaan kesembuhan yang cepat. Godaan ini biasanya dari iklan yang berasal dari sebuah produk obat, dari cerita teman sesama ODE yang bisa bebas serangan kejang melalui pengobatan tertentu, dan janji-janji indah melalui pengobatan alternatif, baik pengobatan tradisional maupun pengobatan mistis. Satu lagi isu yang muncul dalam beberapa tahun belakangan ini adalah ganja sebagai obat yang efektif mengatasi epilepsi.

Aku pun menyadari bahwa para penjual obat tradisional, para terapis pengobatan mistis (dukun, orang pintar, dll) sudah lebih cepat menerapkan prinsip marketing untuk menjual produk dan jasa mereka kepada ODE sebagai konsumen.

“Kalau serangan kejang akan muncul, biasanya aku tiba-tiba merasa takut. Entah kenapa takut sekali. Seperti ada sesuatu di belakangku. Semakin aku berusaha mencari tahu apa itu, semakin besar rasa takutku”, ceritaku di masa lalu kepada seorang teman yang juga ODE

“Kalau aku biasanya sebelum serangan kejang tiba-tiba seperti mendengar suara seseorang yang berbisik di telingaku, tapi aku cari kok gak ada siapa-siapa ya”, cerita temanku tersebut

“Pak, tadi Aska tiba-tiba teriak-teriak sendiri, lalu pingsan, dan badannya gerak-gerak sendiri seperti orang kesurupan”, cerita seseorang yang melihatku terkena serangan kejang di masa lalu

Kalau aku ceritakan kejadian tersebut kepada terapis orang pintar, sudah pasti dia akan menjelaskan serangan kejang sebagai bentuk kejadian kesurupan makhluk halus. Dengan bahasa empati yang pas, dia pun menjual jasanya untuk menyembuhkan, dengan janji bahwa setelah makhluk halus terusir, maka aku bebas kejang. Sayang sekali janji dia meleset dan aku tetap terkena serangan setelah (katanya) makhluk halus yang menggangguku sudah diusir dari tubuhku.

Tetapi kenapa waktu itu aku mau menjalai pengobatan orang pintar? Karena saat itu aku tidak tahu lagi bagaimana caranya sembuh dari epilepsi, bahkan tidak ada seseorang yang percaya, ataupun bisa menjelaskan tentang aura rasa takut yang aku alami. Dan sepertinya hanya orang pintar tersebut yang dapat memahami rasa takut ini. Yup, strategi marketing yang pas untuk menawarkan jasa pengobatan.

Lain ceritanya jika di saat itu aku sudah bisa mengakses banyak informasi tentang epilepsi melalui internet. Mungkin saat itu aku sudah yakin bahwa rasa takut ini adalah bentuk aura pertanda munculnya serangan epilepsi. Aku makin yakin bahwa aku adalah ODE, bukan orang kesurupan. Aku pun lebih memilih menjadi konsumen obat medis anti epilepsi.

Kejadian lainnya adalah ada seseorang kenalan orang tua yang bisa sembuh dari penyakitnya setelah mengkonsumsi produk pengobatan herbal/tradisional. Menurut dia, obat tradisional tersebut dapat bekerja efektif mengatasi segala macam penyakit. Buktinya dia sendiri bisa sembuh. Aku pun juga mencobanya, tetapi tetap tidak berhasil mengatasi epilepsi.

Akupun belajar bahwa kondisi fisik, lingkungan, sosial, psikologis setiap orang itu berbeda. Obat yang berhasil bekerja pada 1 orang, belum tentu menghasilkan keberhasilan yang sama pada orang lain. Oleh karena itu hati-hati dengan klaim “7 dari 10 orang yang  mengkonsumsi obat ini bisa sembuh” . Mungkin benar bahwa 7 orang tersebut sembuh, tetapi kita harus kritis bertanya: secara statistik, apakah 7 orang tersebut bisa representatif mewakili populasi seluruh konsumen yang telah mengkonsumsi obat tersebut?

Terakhir, godaan untuk sembuh secara instan memang sangat banyak. Kita sebagai ODE harus tetap memegang teguh filosofi epilepsi sebagai berikut:

  1. Epilepsi adalah gangguan kesehatan yang membutuhkan pengobatan dalam jangka waktu lama, bisa sampai puluhan tahun. Jadi jangan menunggu sembuh untuk kemudian baru bisa beraktivitas (sekolah, kerja, dll). Tetapi sebaliknya, kita tetap bisa sekolah dan bekerja walaupun kita harus hidup sebagai ODE.
  2. Fokus pada proses, bukan pada hasil. Proses yang baik otomatis akan mendapatkan hasil yang baik. Jalani proses pengobatan medis dengan baik. Tetap konsisten mengkonsumsi obat sesuai dosis dan jadwal. Jika kita hanya fokus pada hasil kesembuhan, maka kita akan melakukan barbagai cara untuk mencapai hasil, meskipun cara tersebut adalah cara yang salah.
  3. Setiap hal yang kita konsumsi akan bekerja dan berpengaruh pada tubuh kita. Jika kita mengkonsumsi obat alternatif, pernah kah terpikir tentang cara kerja obat alternatif yang bisa jadi menimbulkan efek pada kinerja obat medis di tubuh kita? Oleh karena itu tetap perlu terbuka pada dokter tentang konsumsi obat alternatif ini. Obat alternatif juga bukan pengganti obat medis. Kita tidak bisa seenaknya mengurangi dosis obat medis ketika jarang terkena serangan, seenaknya menambah dosis obat ketika sering terkena serangan, ataupun berhenti konsumsi obat ketika tidak kena serangan lagi.
  4. Kondisi tubuh setiap ODE itu unik. Oleh karena itu ada berbagai macam jenis obat anti epilepsi. Faktanya, ada ODE yang cocok hanya pada obat A, ada pula yang hanya cocok pada obat B, dst. Sekarang, apakah logis jika obat alternatif memiliki klaim "Cocok dan efektif dikonsumsi oleh seluruh ODE"?

Keep Calm & Be smart consumer!