Sabtu, 27 Februari 2016

#27 Filosofi Piano

Hari ini tiba-tiba aku teringat akan pengalaman itu

Pagi yang cerah di rumah masa kecilku di lereng gunung merapi Yogyakarta. Masih dalam suasana libur lebaran. Para tamu dan saudara belum datang, pembantu pun belum kembali dari kampungnya. Suasana yang nyaman dan tenang. Di saat seperti ini biasanya aku akan membuka pianoku dan memainkan beberapa lagu.

Aku lihat piano itu sedikit kotor, jarang disentuh sejak aku pindah ke Jakarta. Kulihat, kubuka dan kubersihkan piano itu. Setelah bersih, jari-jemariku otomatis menari di atas piano.

Tiba-tiba aku dikejutkan oleh suara yang memanggilku

“Ayah……”, rupanya Sofia memanggilku. Dia baru saja selesai berpakaian setelah mandi bersama bundanya

“Sini Sofia…….”, aku memanggilnya. Dia pun berlari dari pintu kamar menuju samping kursi piano ku.



“Sofia mau main piano?”

“Iyaahh”

Aku pun langsung menggendong dia dan meletakkan tubuhnya di atas kursi piano. Sekarang dia berada di depan piano. Aku berada di sampingnya, seperti layaknya guru piano bersama muridnya. Sebuah nuansa yang terakhir aku rasakan di tahun 2009, saat aku masih berprofesi sebagai guru piano.

“Sofia udah bisa main lagu?”

“Udah”, dia pun langsung menekan tuts-tuts piano. Suara yang ditimbulkan kacau, tetapi dia tetap menikmatinya.

"Mau main lagu....ayah...", kata dia

"Lagu apa?"

"Mau lagu....tik..tik hujan...gitu", dia mencoba menjelaskan maksudnya

"Oh lagu itu, iya...coba Sofia main"

Dia pun mulai menekan tuts piano sambil bernyanyi. Aku mencoba mengimbanginya dengan menyanyikan lagu tersebut dalam nada yang benar

"Diam!....ayah diam!", seperti biasa dia memintaku untuk diam dan memperhatikan dia saja

“Sofia….kalau mau main lagu yang paling mudah, yang ditekan tuts warna putih aja ya, yang hitam tidak perlu ditekan”, pesanku

“Iya ayah”, Sofia yang baru berusia 2 tahun ini sudah familiar dengan piano. 

“Sofia sudah bisa memainkan lagu dengan hanya menekan tuts warna putih saja”, kataku sambil menunjukkan tuts berwarna putih. Ini bukanlah instruksi yang sulit bagi Sofia. Dia sudah mengenal berbagai macam warna.

Aku pun mulai membimbingnya dengan memainkan lagu 'hujan' di nada dasar C dengan chord dan ritme yang sederhana. Ternyata sofia bisa mengikutinya dengan menekan tuts berwarna putih saja.

Di dalam sebuah piano, ada tuts berwarna putih dan hitam.
Jika kita hanya menekan tuts putih, kita tetap bisa memainkan lagu. Tetapi terbatas pada lagu dengan melodi dan chord yang sangat sederhana. Biasanya hanya lagu anak-anak.
Jika kita hanya menekan tuts hitam, maka kita tidak akan bisa memainkan lagu. Yang ada hanyalah kumpulan suara-suara yang tidak enak didengarkan
Jika kita menekan tuts hitam dan putih, maka kita bisa memainkan berbagai tipe lagu mulai dari jazz, blues, rock, metal, pop, classic dalam nada dan ritme yang beragam. Nada terdengar lebih unik dan indah

Sama halnya dengan hidup ini, ada pengalaman baik dan buruk
Jika hidup kita hanya terisi pengalaman baik, kita tetap bisa hidup, namun hidup kita akan monoton. Kita akan jenuh, dan lupa dengan arti ‘baik’
Jika hidup kita hanya terisi pengalaman buruk, maka hidup kita sudah pasti hancur
Jika hidup kita terisi pegalaman baik dan buruk, maka hidup kita menjadi lebih berwarna. Berbagai cerita dan pelajaran hidup menghiasi lukisan dalam bingkai kehidupan kita

Seperti halnya epilepsi. Awalnya dia membuatku putus asa, malu, sampai khawatir akan masa depan. Tetapi ternyata epilepsi jugalah yang menuntunku menjadi seseorang yang pantang menyerah, sabar, serta menuntunku untuk menemukan pasangan hidup dan pekerjaan (ada di cerita #20-#26)

Jumat, 26 Februari 2016

#26 Kantor yang cocok bagiku sebagai ODE

Pada bulan Februari 2014 aku mendapatkan informasi lowongan kerja dari Firmenich. Ini adalah sebuah perusahaan internasional yang memproduksi flavor and fragrance. Jika aku bekerja di perusahaan ini, maka aku akan menjadi client dari marketing research agency. Kadence, perusahaan tempatku bekerja saat itu adalah salah satu marketing research agency. Pindah kerja ke Firmenich, artinya aku akan pindah bekerja di client side. Aku akan menjadi client dari marketing research agency. Bekerja di client side adalah hal yang ingin aku coba. Selain memiliki benefit jam kerja yang lebih teratur, aku juga dapat memahami bisnis secara holistik (tidak hanya sekedar melaksanakan penelitian saja).

Tawaran ini sangat menarik untuk dicoba. Harapannya aku tidak lagi disibukkan dengan pekerjaan persiapan ataupun eksekusi penelitian, tetapi aku menjadi client yang akan mendapatkan hasil penelitian dari perusahaan riset, untuk kemudian aku terjemahkan hasil penelitian tersebut ke dalam rencana bisnis. Selain itu, jika aku diterima bekerja di perusahaan ini aku akan memiliki lebih banyak waktu untuk keluarga.

Tanpa pikir panjang, aku siapkan lagi surat lamaran kerja dan CV. Berkaca dari pengalaman sebelumnya, aku memilih untuk tidak memasukkan informasi tentang epilepsi, baik penelitian epilepsi ataupun aktivitas YEI, di dalam CVku. Aku tidak mempromosikan diriku sebagai ODE, tetapi jika nantinya ditanya tentang riwayat sakit atau epilepsi, aku akan bercerita dengan jujur. Beberapa hari setelah aku mengirim CV dan surat lamaran kerja, aku mendapat panggilan interview.

Interview pertama dilakukan bersama Mbak Amanda. Seorang manajer riset di Firmenich cabang Indonesia. Proses interview berjalan lancar. Aku pun bisa menyelesaikan contoh kasus hasil riset yang dia berikan. Dalam interview pertama ini tidak ada form data pribadi yang harus diisi, tidak ada pula pertanyaan seputar kesehatan dan epilepsi. Jadi aku lebih banyak berbicara tentang pengalaman pekerjaanku dan tidak mengungkit-ungkit riwayat epilepsi.

Sesi interview kedua dilaksanakan 3 minggu setelah sesi pertama. Di sesi kedua ini aku diinterview oleh Pak Iwan. Beliau adalah seorang research director dari kantor regional Asia tenggara. Beliau berada di Singapore, dan kami melakukan interview melalui video chatt. Di sesi kedua ini, pertanyaan lebih banyak muncul tentang diriku secara personal. Mereka ingin mengenalku lebih dalam. Aku ceritakan tentang kepribadian, visi, misi dalam hidupku, di mana semua hal itu sebenarnya terbentuk dari segala kisah suka dan duka bersama epilepsi. Tetapi aku tetap tidak menceritakan tentang riwayat epilepsi.

Setelah selesai interview ke dua, aku pun langsung melanjutkan sesi interview dengan manager HRD. Dalam interview ini terdapat form yang harus aku isi tentang data pribadi. Di form ini juga tidak ada pertanyaan seputar epilepsi. Manager HRD juga menjelaskan bahwa kalau aku diterima, maka aku dan keluargaku pun akan langsung mendapatkan asuransi kantor, tanpa harus menunggu melewati masa probation terlebih dahulu. Di mata Asuransi kantor, semua karyawan atau keluarga karwayan itu sehat dan bersih dari penyakit. Pihak asuransi tidak mempertimbangkan riwayat sakit di masa lalu. Semua karyawan menadapat jaminan kesehatan. Artinya, segala perawatan medis yang berhubungan dengan epilepsi bisa ditanggung oleh asuransi kantor, walaupun aku sudah memiliki epilepsi sejak sebelum bergabung dengan perusahaan ini.

Melihat perkembangan karier dan benefitnya untuk keluargaku, aku langsung jatuh cinta dengan pekerjaan ini. Hal ini ternyata disambut baik oleh perusahaan. Keesokan harinya aku sudah mendapatkan penawaran pekerjaan dari manager HRD. Aku minta waktu seminggu untuk mengambil keputusan, sekaligus menyampaikan pengunduruan diriku dari Kadence.   

Proses pengunduran diri berjalan dengan lancar. Bahkan mereka sanggup memenuhi permintaanku untuk memajukan hari terakhirku, sehingga aku memiliki beberapa hari untuk libur dan beristirahat sebelum memasuki kantor baru.

Sampai hari terakhir di Kadence di bulan maret 2014, tidak ada seorang pun yang mengetahui bahwa aku adalah ODE. Saat itu aku merasa bahwa aku tidak perlu bercerita tentang epilepsi, karena aku tidak kena serangan kejang lagi sepanjang 2013-2014.  Tentang kejadian beberapa kali kejang tahun 2012, aku hanya mengatakan kepada beberapa rekan bahwa ini adalah kejang. Aku tidak pernah menggunakan kata epilepsi

Aku hanya ingin menjaga image agar orang-orang menilaiku dari prestasi kerja terlebih dahulu, bukan dari riwayat epilepsi. Image epilepsi sejak dahulu masih lekat dengan kasihan, cacat, bodoh, pelupa, tidak bisa bekerja, dll. Image negatif ini yang pelan-pelan harus aku ubah. Caranya adalah aku tunjukkan prestasi dan kemampuan kerjaku terlebih dahulu, baru setelah itu aku akan jujur bahwa aku adalah ODE. Harapannya, mereka bisa melihat bahwa ODE juga bisa berprestasi dan produktif dalam bekerja.


Rekan-rekan satu tim dalam divisi quantitative research di Kadence

***

Sehari setelah purple day 2014, aku mulai bekerja di Firmenich. Di perusahaan ini aku bergabung dalam divisi perfumery, yaitu sebuah divisi yang bertanggung jawab untuk menciptakan dan mengembangkan wangi yang nantinya akan digunakan pada produk-produk parfum (fine fragrance), sabun, shampoo, detergen, softener, dll. Aku berperan dalam bidang Consumer Insight (CI) dengan tugas utama melakukan riset untuk memahami perilaku konsumen dalam hubungannya dengan produk-produk wewangian. Dalam perusahaan ini aku memiliki atasan seorang CI manager di Indonesia, dan juga  3 orang CI manager regional asia tenggara.

Proses adaptasi kerja berjalan dengan lancar. Aku mulai terbiasa dengan segala macam riset dalam perusahaan ini. Sampai suatu hari aku mendapatkan undangan dari panitia kongres epilepsi Asia Pasifik untuk mempresentasikan paperku dalam acara tersebut di bulan Agustus 2014 (Detail cerita ada di #25). Acara tersebut berlangsung selama 4 hari, di hari kamis sampai minggu. Hal ini berarti aku harus mengajukan cuti di hari kamis dan jumat. Aku harus menyampaikan permintaan cuti ini ke Mbak Amanda, dan itu pasti aku akan ditanya alasan cuti. Mungkin ini saatnya aku jujur tentang epilepsi.

Di saat itu aku tidak cemas lagi untuk bercerita bahwa aku adalah ODE, karena aku sudah menunjukkan prestasiku dalam pekerjaan. Rekan-rekan dari tim regional ataupun global puas dengan hasil kerjaku. Aku percaya bahwa kelebihan seseorang dapat menutupi kelemahan seseorang. Jika seseorang sudah dapat melihat kelebihan dan potensi dalam diriku, maka fakta bahwa aku adalah ODE, bukanlah hal yang dapat mengikis kepercayaan dia terhadap diriku. Lagi pula cepat atau lambat Mbak Amanda pasti juga akan tahu bahwa aku adalah ODE. Informasi tentang diriku sebagai ODE semakin banyak tersaji di dalam google scearch engine setelah aku mengikuti beberapa seminar media epilepsi. 

“Mbak, aku mau mengajukan cuti 2 hari ya di tanggal 7-8 agustus. Aku ada acara ke Singapore“, pintaku sambil membuka pembicaraan

“Boleh saja kalau dihari itu kamu tidak ada pekerjaan. Ada acara apa di Singapore?”

“Tidak ada mbak, di tanggal itu semua project risetku sedang dalam fase pengumpulan data di lapangan oleh interviewer. Jadi aku sedang free di tanggal itu. Ada acara kongres Epilepsi Asia Pasifik di Singapore tanggal 7-10 agustus. Beberapa waktu lalu aku kirim tulisan ilmiah ke panitia, dan Alhamdulillah tulisanku lolos seleksi, dan aku diminta untuk presentasi di seminar itu”

“Oh ya? Wah…hebat dong. Saya udah tidak sempat lagi penelitian akademis. Setiap hari hanya sibuk dengan pekerjaan penelitian pemasaran. Kamu melakukan sendiri riset ini? Kenapa berminat terhadap topik ini?”

Saatnya aku jujur tentang epilepsi

“Topik ini sudah aku minati sejak tesis S2. Kebetulan aku juga ODE. Tapi saat ini sudah bebas serangan. Dan aku juga aktif di YEI. Jadinya semua situasi itu mendukungku untuk terus melanjutkan riset dalam bidang epilepsi”

“Kamu ODE? Sama seperti adik saya, dia  juga ODE”

Aku pun terdiam sejenak......

Ternyata adik dia juga ODE. Mungkin ini sebabnya dia tidak terlalu terkejut mendengar kata "epilepsi"

“Adik mbak juga ODE?”

“Iya, dia udah belasan tahun sakit epilepsi. Dulu kami sering ke dokter syaraf di daerah Pondok Indah Jakarta Selatan. Cuma sekarang udah jarang. Kamu udah bebas serangan?”

“Iya Mbak, aku dulu menjalani operasi bedah syaraf otak. Setelah itu aku terbebas serangan”

"Benar-benar tidak serangan lagi?"

"Dulu aku sering kena serangan mbak. Seminggu bisa 4-6 kali. Setelah operasi tahun 2007 aku bebas serangan. Tapi ternyata tahun 2012 kemarin aku kena serangan lagi. Kayaknya aku memang belum bisa lepas dari obat. Jadi sampai sekarang tahun 2014, aku udah nggak kena serangan lagi, tapi balik lagi konsumsi obat dengan dosis yang kecil"

"Selama ini kerja gak masalah?"

"Nggak mbak, buktinya ini aku udah beberapa bulan kerja di sini fine-fine aja"

“Wah boleh tuh, ntar tolong dishare ya informasi terbaru tentang epilepsi dan pengobatannya. Nanti saya share ke adik saya“

“Ok mbak, ntar aku share, sekarang aku submit permintaan cuti ke dalam system ya“

"yes. Sekalian tolong share paper mu ya ke saya, akan saya share ke director kita di sini (Indonesia) dan juga ke Pak Iwan di tim regional (Singapore). Siapa tahu nanti Pak Iwan bisa datang ke acara seminar atau bertemu kamu di sela-sela acara seminar. Kamu belum pernah bertemu dia kan secara langsung? Baru tatap muka via video chatt saja "

"Iya mbak, ntar aku kirim"

Aku bersyukur mendapatkan fakta ini, bahwa atasanku pun tidak jauh dari epilepsi, dan dia bisa menerima fakta ini dengan tangan terbuka. Saat itu juga aku bagikan ke pada dia segala info tentang diriku dan epilepsi, mulai dari materi presentasi seminar, website YEI, sampai potongan kisah hidupku yang dimuat dalam majalah dan web.

Aku juga mendapat notifikasi di email bahwa Mbak Amanda membagi semua informasi itu kepada para atasan. Aku beruntung bisa bekerja di sini. Ini adalah lingkungan kerja yang bersahabat bagi ODE sepertiku.

***
Di sela-sela acara kongres epilepsi 2014 di Singapore, aku bertemu dengan Desi dan Ida. Desi adalah temanku sejak di Ipsos. Kami sempat bekerja satu kantor di Ipsos dan Kadence. Sekarang kita bekerja sekantor lagi di Firmenich. Hanya saja aku bekerja di Firmenich Indonesia dan dia bekerja di Firmenich Singapore. 

Ida adalah salah satu Consumer Insight Manager South East Asia yang bekerja di Firmenich Singapore. Ia berasal dari Filipina. Satu hal yang teringat dari Ida adalah saat pertemuan pertama. Dia mendapat informasi dariku bahwa aku akan datang ke Singapore di bulan Agustus tahun 2014 untuk menghadiri kongres epilepsi. 

Bersama tim Consumer Insight South East Asia 

Tiba-tiba dia bertanya,"Emmm...Aska, just curious, what's the reason behind this, why do you run the research about epilepsy?"

"Simple reason Ida. Because I love research and I'm Person With Epilepsy (PWE)"

"Oh...wow, so you are PWE?"

"Yes Ida"

"That's good to know. Because I also have brother in Philippine, and you know what......he is also PWE. So I'm glad to know that there is PWE who can live and works as normal people like you"

"Wow, it is surprising fact. Hope your brother will have high quality of life with epilepsy"

Satu lagi fakta bahwa Epilepsi tidak pernah jauh dariku. Kini aku bekerja dalam lingkungan yang bersahabat dengan epilepsi. 

***

Bulan Januari 2015, aku mendapat telepon dari seseorang yang bekerja di perushaan sebelah, tetapi masih satu gedung dengan Firmenich.

“Halo ini Mas Aska?”, ku dengar suara seorang perempuan.

“Iya, maaf ini siapa ya?”

“Saya dari kantor sebelah, Kita bekerja di gedung yang sama, tetapi berbeda perusahaan. Saya mau tanya tentang pengalaman Mas Aska hidup dengan epilepsi“

“Tahu dari mana saya adalah ODE ? “

“Saya tahu dari website yang saya baca. Di bagian akhir artikel ini tertulis bahwa Mas Aska sekarang bekerja di Firmenich. Wah kebetulan kita kerja di gedung yang sama, hanya beda perusahaan.”

“Oh begitu, ada yang bisa saya bantu?”

“Bisa ketemuan tidak mas? Kebetulan saya juga ODE minggu lalu saya baru saja terkena serangan di kantor. Saya sudah bingung mau menjalani pengobatan apa lagi, sudah bertahun-tahun mengkonsumsi obat tetapi masih terkena serangan. Saya tertarik dengan operasi bedah syaraf yang Mas Aska lakukan”

“Oh iya, boleh. Kita ketemu nanti waktu lunch time ya di kantin atas”

“Oke, sampai ketemu nanti”

Saat itu aku jalani aktivitas lunch seperti biasa, yaitu bersama rekan-rekan sambil bercerita segala hal. Hampir satu jam kemudian, tiba-tiba ada seorang perempuan mendatangiku

"Permisi, Mas Aska ya..."

"Iya"

"Mas, saya yang tadi telp. Bisa ngobrol bentar gak sambil duduk di sana", dia menunjuk ke sebuah meja kursi yang berada di pojok

"Ok, yuk". Kami pun berpindah tempat

Dia membuka pembicaraan, "Gini mas, sebenernya aku udah dari dulu coba menghubungi Mas Aska, tetapi tidak ada respon. Cerita pengalaman Mas Aska kan sudah ada sejak lama di website YEI. Nah, kebetulan hari ini aku baca artikel di viva news hasil seminar kemarin. Di situ ada foto Mas Aska, dan keterangan bahwa Mas Aska bekerja di Firmenich. Makanya tadi langsung saya telp"

"oh gitu"

"Iya. Jadi gini mas. Aku tuh udah beberapa kali terkena serangan di kantor ini. Teman-teman juga bingung melihat ku kehilangan kesadaran. Jadi aku cuma cerita ke beberapa teman dekat saja bahwa aku adalah ODE. Aku ceritakan juga tentang apa yang terjadi saat aku kena serangan kejang, dan apa yang harus dilakukan untuk menolongku. Untuk teman-teman masih bersedia menolong. Aku udah capek nih sakit epilepsi bertahun-tahun. Gimana cara nya biar bebas serangan ya?"

Aku ceritakan segala pengalamanku kepada dia. Mulai dari gejala serangan, jenis obat yang dikonsumsi, tindakan bedah syaraf otak, sampai hal-hal yang harus diingat untuk menjaga kondisi.

"Syukurlah Mas Aska sekarang bisa sembuh. Mas....bisa bantu kasih informasi tentang operasi nggak? Dalam bentuk artikel atau data-data yang mendukung. Nanti bisa aku kasih ke papa mama bahwa ada option operasi bedah syaraf. Papa mama bukan orang yang mudah percaya, harus ada data yang mendukung"

"Ok ntar aku share data-data yang aku punya ya. Data-data itu semua sudah ada dalam tesisku"

"Makasih mas"

"Iya, semoga kamu juga tetap sehat ya. Jaga kondisi semoga frekuensi serangan bisa berkurang"

"Iya mas, aku beruntung kerja di sini. Aku udah beberapa kali kena serangan saat kerja tetapi perusahaan masih mau memperkerjakan aku".

***

Aku bersyukur bahwa pekerjaan di Firmenich, baik dari job desk maupun lingkungan kerjanya benar-benar memahamiku sebagai ODE. Aku tetap produktif bekerja tanpa harus sering lembur. Aku punya cukup waktu untuk bekerja, beristirahat, dan bermain bersama keluarga





Aku juga tidak pernah menyesali keputusanku untuk bekerja di Ipsos ataupun Kadence, di mana serangan epilepsiku muncul lagi. Pekerjaan pada perusahaan itu memang lebih sibuk dan berat. Tetapi setelah aku bisa melewatinya, aku bisa mendapatkan pengalaman kerja yang berharga dan bermanfaat bagi karir ku sampai sekarang.

Kamis, 25 Februari 2016

#25 Epilepsi membawaku ke kegiatan internasional

Aku mulai aktif dalam seminar internasional di tahun 2008. Saat itu dr Zainal Muttaqin (dokter yang mengoperasi otakku) mengajakku untuk berpartisipasi dalam Kongres Epilepsi Asia Pasifik yang diselenggarakan setiap 2 tahun. Seminar ini membuat pikiranku menjadi terbuka dan aku bisa menyatukan dua hal yang ada dalam diriku, yaitu statusku sebagai ODE dan minatku terhadap penelitian sosial. 


Selepas kongres epilepsi Asia Pasifik tahun 2008, aku berjanji pada diriku sendiri bahwa pada kongres epilepsi berikutnya, aku harus bisa berpartisipasi sebagai presenter. Aku pun mulai menyusun penelitian ilmiah tentang kualitas hidup ODE dalam tesis S2 Psikologi. Hasilnya, ditahun 2010 paperku lolos seleksi dan aku pun mendapat kesempatan untuk mempresentasikan hasil risetku dalam Kongres Epilepsi Asia Pasifik di Melbourne (detail ceritanya ada di #20)


Aku tidak ingin berhenti di sini, ini hanyalah awal. Sejak bergabung tahun 2010, aku banyak aktif di YEI dalam hal riset, data, dan hubungan internasional. Dalam hal data, aku mulai membentuk sebuah database besar berisi informasi tentang ODE se-Indonesia. Database berisi informasi yang lengkap mulai dari nama, alamat, pendidikan, pekerjaan, riwayat sakit, sampai jenis obat yang dikonsumsi. Semua ini aku dapatkan lewat informasi dari media sosial, dari acara-acara rutin pertemuan YEI, dll. Semakin lama, semakin banyak ODE yang berani membuka diri dalam media sosial, efeknya selalu saja ada anggota baru YEI yang mendaftarkan diri di setiap acara pertemuan rutin yayasan. 

Hal ini tentunya juga berefek positif bagi kita semua para ODE. Dengan berani membuka diri, maka kita bisa mendapatkan teman sesama ODE yang bisa saling mendukung. Informasi yang dikumpulkan oleh YEI pun semakin kaya dan sangat bermanfaat. Salah satu contohnya adalah permasalahan obat generik anti epilepsi yang hilang di pasaran dalam waktu 1 tahun belakangan ini. Dari database YEI, aku bisa mendapatkan data tentang berapa banyak pengguna setiap jenis obat anti epilepsi, dan bagaimana persebarannya di kota-kota besar di Indonesia. Data ini menjadi hal yang penting untuk dilampirkan dalam laporan YEI kepada departemen kesehatan beberapa bulan yang lalu. Hasilnya, pihak depkes berterima kasih kepada kita semua yang telah membuka mata mereka tentang permasalahan ini. Seharusnya obat anti epilepsi generik tidak boleh hilang dari pasaran. Pihak depkes akan kroscek juga ke pihak produksi dan distribusi obat untuk mememukan sumber permasalahannya. Isu ini muncul sejak adanya kebijakan BPJS yang dapat mengcover kebeutuhan obat generik bagi ODE. Tapi faktanya, jumlah obat generik yang ada di rumah sakit ataupun apotik sangat terbatas.


Dalam hal riset, aku mulai rutin melakukan riset tentang kualitas hidup ODE. Pada tahun 2012, aku sudah mengumpulkan data yang cukup untuk kemudian bisa aku analisis. Saat itu aku berencana untuk submit paperku lagi pada kongres epilepsi asia pasifik di Manila. Sayangnya di tahun 2012 itu aku mulai terkena serangan lagi, di sisi lain aku juga sibuk mempersiapkan acara pernikahanku di akhir tahun. Aku pun tidak sempat menyusun paper.



Tetapi ini tidak berarti bahwa penelitian yang aku lakukan di tahun 2012 menjadi sia-sia. Aku tetap memanfaatkan data tersebut sebagai benchmark untuk aku bandingkan dengan data hasil riset kualitas hidup ODE tahun 2014. Hasilnya terdapat perbedaan yang signifikan dimana kualitas hidup ODE tahun 2014 signifikan lebih tinggi daripada kualitas hidup tahun 2012. Setelah aku analisis lebih dalam, faktor yang paling berperan dalam peningkatan ini adalah faktor sosial, yaitu dengan adanya komunitas epilepsi online dan offline yang dibentuk oleh YEI. Dengan adanya komunitas ini ODE tidak lagi merasa sendiri, dan juga bisa saling bertukar informasi tentang solusi terbaik mengatasi epilepsi. Epilepsi adalah gangguan syaraf yang berlangsung dalam jangka waktu lama, maka hal terpenting bagi ODE adalah bisa hidup bersahabat dengan epilepsi. Salah satu caranya adalah mulai berpikir terbuka tentang epilepsi, berani mengakui bahwa kita adalah ODE, dan saling mendukung sesama ODE untuk bisa beraktivitas seperti orang normal pada umumnya.


Hasil riset ini aku daftarkan dalam kongres epilepsi Asia Pasifik berikutnya di Singapore tahun 2014. Aku submit 2 paper untuk kongres ini. Pertama tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas hidup ODE, dan kedua tentang histori kualitas hidup ODE tahun 2012-2014. Aku bersyukur bahwa kedua paper ku ini lolos seleksi, dan aku diundang untuk presentasi di Singapore


Pada bulan agustus 2014, aku pun menghadiri kongres epilepsi ini. Dalam acara ini aku berkenalan dengan para ODE dan aktivis epilepsi dari berbagai negara. Kami pun berjanji untuk bekerja sama dan saling mengunjungi satu sama lain.


Di sela-sela kongres epilepsi di Singapore ini, aku juga mendapat undangan dari IBE (International Bureau for Epilepsy) untuk mengikuti regional meeting antar yayasan epilepsi se-Asia Pasifik untuk membahas rencana kegiatan setahun kedepan.

Aku banyak belajar dari negara-negara lain tentang program-program pemberdayaan ODE dan juga reduksi stigma negatif epilepsi yang bisa berjalan sukses. Misalnya memperkenalkan epilepsi kepada masyarakat umum dan ODE sejak usia dini melalui sebuah permainan yang menarik, memberikan pelatihan-pelatihan kepada aktivis kesehatan dan masyarakat umum tentang epilepsi dan penanganan saat serangan kejang terjadi, memberikan award kepada ODE berprestasi, dll. Kami berjanji untuk saling bekerja sama, share kegiatan kami masing-masing, dan membantu yayasan dari negara lain untuk mengadopsi cara yang sukses di negara kita untuk diaplikasikan ke negara mereka.

Situasi regional meeting antar yayasan epilepsi Asia Pasifik

Bersama Athanasios Covanis. President of IBE (International Bureau for Epilepsy), disela-sela acara regional meeting

Aku belajar banyak dari kegiatan ini, dan aku akan terus membantu menjadi perwakilan YEI dalam riset dan kegiatan internasional. Ini adalah sebuah amanah yang akan aku jalankan dengan senang hati. Jika kita cek website IBE, maka kita bisa menemukan namaku tercantum sebagai contact person YEI. 


***

Tahun 2015 aku mendapat undangan lagi dari IBE untuk submit paper dalam kongres epilepsi. Kali ini kongres epilepsi dalam ruang lingkup yang lebih luas, tidak hanya Asia Pasifik, namun kali ini adalah level global (internasional). Aku manfaatkan kesempatan ini dengan baik. Aku mulai menyusun paper kembali, dari source data yang sama seperti tahun 2014. Tetapi kali ini aku coba melakukan analisis hanya pada ODE dewasa, karena tema yang ingin aku angkat adalah tema tentang epilepsi dan pekerjaan.


Setelah aku selesai menyusun paper, aku pun segera mengirimkan paper tersebut kepada panitia. Alhamdulillah, sekali lagi aku mendapatkan kabar baik dari panitia bahwa paperku lolos, dan mereka mengundangku untuk mempresentasikan materi ini di Istanbul pada bulan september 2015.


Sayang seribu sayang, saat itu aku tidak bisa menghadiri kongres ini karena pada saat yang bersamaan ada pekerjaan dan aktivitas kantor yang tidak bisa ditinggalkan. Tetapi aku memanfaatkan momen ini sebagai pemicu untuk tetap produktif menghasilkan paper ilimah tentang epilepsi, sehingga aku berkesempatan untuk turut serta dalam kongres epilepsi berikutnya.

Jika memikirkan segala aktivitas ini, aku selalu teringat kata-kata yang aku pegang sejak dahulu.

Epilepsi seakan-akan membuat aktivitasku menjadi terbatas. Ada olahraga yang tidak bisa aku lakukan, ada pula pekerjaan yang tidak pantas dilakukan olehku. Aku tidak bisa melakukan segala hal seperti orang normal pada umumnya. Semua ini karena riwayat epilepsi yang aku miliki

Namun jika aku lihat lagi lebih dalam, keterbatasan ini justru membuatku lebih mudah memilih. Aku lebih mudah fokus pada satu bidang yang aku minati dan bisa dilakukan oleh ODE. Dalam hal ini, bidangku adalah riset. Maka sejak awal aku sudah memperdalam skillku dalam bidang riset, dan memilih pekerjaan yang berhubungan dengan riset. Aku tidak akan mengalami penyelesalan karena salah memilih jurusan kuliah, atau pun salah memilih bidang pekerjaan seperti yang dialami oleh orang lain. Dan aku pun juga tidak galau dalam memilih pekerjaan, seperti yang dialami oleh mayoritas pencari kerja saat ini

Senin, 22 Februari 2016

#24 Tanggal 26 Maret: perayaan hari ulang tahun sekaligus purple day (epilepsy day)

Di sela-sela kesibukan bekerja, aku selalu sempatkan hari sabtu-minggu untuk bekerja sosial di YEI. 
YEI mulai aktif kembali sejak akhir 2010. Sejak saat itu kami mulai merencanakan kegiatan rutin YEI dalam rangka sosialisasi dan mengedukasi masyarakat tentang epilepsi. Salah satu kegiatan besar yang diselenggarakan setiap tahun adalah purple day




Purple day adalah sebuah gerakan yang berasal dari inisiatif seorang anak perempuan bernama Cassidy Megan, yang juga seorang ODE di Kanada. Saat itu dia masih berusia 7 tahun ketika menemui fakta bahwa dirinya adalah ODE.

Hal pertama yang dipikirkan oleh Megan saat itu, adalah hal sama yang terpikirkan olehku di masa kecil

"Semua orang akan malu berteman dengan ODE"

"Takut kena serangan kejang saat sedang bermain bersama teman"

"Aku hanya akan jadi bahan ejekan"

Dia pun berjanji pada diri sendiri, "Aku tidak akan bercerita kepada siapa pun bahwa aku adalah ODE. Aku tidak ingin keluargaku membahas tentang epilepsi lagi"

Keputusan yang dia ambil ini membuat dia menjadi seorang anak yang tidak punya teman, karena hanya menutup diri dan tinggal di rumah saja. Tidak ada kesempatan untuk bermain dengan teman-teman seusianya.

Hal ini berlangsung selama 1 tahun, sampai akhirnya ia mencapai titik jenuh dengan kehidupannya yang penuh rasa kesendirian dan keterasingan. Di sisi lain, dia melihat fakta bahwa anak-anak penderita penyakit lain, seperti kanker ataupun AIDS, bisa diterima oleh masyarakat. Bahkan ada 1 hari khusus di mana masyarakat umum memperingati hari kanker atau AIDS.

Hatinya pun tergelitik, "Kenapa ada hari spesial untuk penderita kanker/AIDS, tetapi tidak ada hari spesial untuk penerita epilepsi?"

Akhirnya dia pun terdorong untuk merubah mind setnya tentang epilepsi.

"Kalau aku ingin orang lain mencintaiku, maka aku juga harus bisa mencintai diriku sendiri"

"Aku harus menerima kehadiran epilepsi"

"Aku harus bisa bersahabat tentang epilepsi"

"Aku harus berani jujur tentang epilepsi kepada orang lain"

"Epilepsi bukanlah penghambat untuk berprestasi"

Terkadang aku malu sendiri melihat fakta ini. Megan hanya butuh waktu 1 tahun untuk merubah mind setnya dan bisa bersahabat dengan epilepsi. Sedangkan aku membutuhkan waktu 9 tahun. Mungkin karena saat itu Megan masih berusia 7 tahun. Situasi yang dihadapi oleh seorang anak lebih sederhana dibandingkan situasi yang dihadapi oleh seorang remaja/dewasa awal. Aku mulai rutin kena serangan kejang saat usia 13 tahun. Di usia remaja, kebutuhan akan harga diri dan eksistensi diri mulai tumbuh dan meningkat. Epilepsi adalah salah satu faktor penghambat pemenuhan kebutuhan tersebut.

Back to Megan. Ia pun menyampaikan ide aktivitas hari epilepsi ini kepada kepala sekolahnya. Hal ini diambut baik oleh si kelapa sekolah. Mereka pun berdiskusi dan akhirnya memutuskan tentang kegitan purple day pada tanggal 26 maret 2008. Khusus di hari itu, semua orang di sekolah diminta untuk mengenakan segala macam atribut berwarna ungu.

Kenapa ungu? Warna unggu melambangkan bunga lavender yang hidup di tempat sunyi. Simbol dari rasa kesendirian dan keterasingan yang dirasakan oleh ODE.

Kegiatan ini pun diberitakan secara intensif melalui sosial media, khususnya facebook yang di saat itu sedang booming. Pesan kampanye purple day berhasil menarik insiatif seluruh ODE di muka bumi ini untuk berani bersuara.

Hasilnya, pada tahun 2009, sebuah yayasan berbasis di New York, Anita Kaufmann Foundation & Epilepsy Association on Nove Scotia, tergerak untuk mendukung kegiatan ini dan secara resmi mendeklarasikan tanggal 26 Maret 2009 sebagai purple day: epilepsy awareness day. Sejak saat itu tanggal 26 Maret sebagai purple day.

Di Indonesia, purple day mulai diperingati di tahun 2011. Aku turut serta terlibat dalam kegiatan ini, khususnya di Jakarta. Bentuk kegiatannya berupa gerakan sosialisasi dan jalan santai di sela-sela car free day, mengadakan seminar media untuk bekerja sama dengan media masa dalam rangka mengedukasi masyarakat tentang epilepsi, sampai mengadakan talk show.

Seringkali aku diminta untuk menjadi nara sumber dari berbagai acara tersebut. Ada saatnya aku diwawancarai sebagai pengurus YEI, sebagai praktisi psikologi, ataupun sebagai ODE itu sendiri.


Majalah kesehatan OTC Digest edisi Mei 2014 

Interview dengan Net. TV di sela-sela acara Purple Day 2014


Berita Purple Day event di  Net. TV


***


Purple day menjadi event yang populer dalam 2-3 tahun terakhir. Di Indonesia sendiri, mulai tumbuh komunitas epilepsi di kota-kota selain Jakarta. Semua diawali oleh keberanian seorang ODE untuk bersuara.

Melihat hal ini, lembaga resmi epilepsi di bawah WHO, yaitu International League Against Epilepsy (ILAE) dan International Bureau of Epilepsy (IBE) mulai terketuk hatinya untuk menyelenggarakan International Epilepsy Day secara resmi. Event ini baru dimulai tahun 2015. Di saat itu diadakan kompetisi logo international epilepsy day, dan pemenangnya adalah seorang mahasiswa dari Indonesia



Untuk informasi tentang kegiatan International Epilepsy Day tahun ini, silahkan cek website YEI

***
Saat ini, khususnya di Indonesia, informasi tentang epilepsi semakin banyak tersebar di media massa. Hasilnya, mulai banyak teman-teman ODE yang berani membuka diri dan bergabung dengan YEI.

Bagiku, tidak ada lagi alasan untuk menutup-nutupi identitasku sebagai ODE. Aku memang tidak akan berteriak, "Aku adalah ODE". Tetapi aku akan jujur jika ada orang yang bertanya kepadaku.

Tidak ada gunanya lagi menutup-nutupi epilepsi. Di zaman sosial media saat ini, semua informasi tentangku sudah tersedia di website. Cobalah googling "aska primardi", pasti informasi pertama yang muncul adalah cerita riwayatku sampai paper ilmiahku tentang epilepsi.

Yang terpenting adalah tunjukkanlah skill kita, kelebihan kita. Kalau orang sudah melihat itu semua, maka mereka akan punya sudut pandang lain ketika melihat berita tentang aku & epilepsi di website. Inilah hal terpenting yang aku dapatkan dari pengalaman kerja selama hampir 6 tahun ini.

Btw, masih ada satu hal yang membuatku bertanya-tanya:

Mengapa tanggal purple day ditetapkan sama seperti tanggal ulang tahunku ?

Mungkin aku memang sudah diwajibkan untuk menjalani hidup sebagai ODE. Setiap usia bertambah, aku selalu teringat akan pengalaman dan pelajaran hidup yang aku dapatkan dari epilepsi.

Jumat, 19 Februari 2016

#23 Serangan kejang muncul kembali beruntun. Ada apa ini?

24 Juli 2012
Aku sedang bekerja di depan laptop. Aku sedang mendesain ulang kuesioner untuk project yang akan jalan di akhir pekan ini. Saat ini sudah pukul 16:00. Perut mulai lapar. Aku ingin segera menyelesaikan pekerjaan ini, agar bisa selesai sebelum pukul 18:00. Sehingga aku bisa segera pulang dan makan malam.

Ketika sedang melihat laptop, tiba-tiba aku merasakan suatu hal yang sudah lama tidak aku rasakan. Tiba-tiba aura pertanda serangan muncul.

“Ah ini perasaan cuma numpang lewat aja, kan aku udah lama bebas serangan”

Aura rasa takut tersebut bukannya menghilang, tetapi justru makin kuat. Aku coba menggunakan jurus-jurus lama untuk mengatasi aura, seperti coba mengatur pernafasan, mencoba relax, namun sepertinya jurus-jurus tersebut kurang ampuh.

Tiba-tiba aku pun hilang kesadaran

Berdasarkan cerita teman-teman, tiba-tiba aku terjatuh, kejang, dan badanku bergerak kesana kemari. Teman-teman lalu berusaha memegang dan menekan tangan, bahu, dan kakiku agar tidak bergerak. Atau paling tidak tangan dan kakiku tidak menyentuh benda-benda berbahaya. Namun aku tetap berontak. Semakin badanku ditahan, semakin kuat pemberontakan yang aku lakukan. Teman-teman terus berusaha menahan badanku, sampai akhirnya aku terdiam meskipun belum sadar.

Melihat hal ini, rekan dari bagian HRD langsung menelepon rumah sakit terdekat yaitu rumah sakit MMC Rasuna Raid untuk mengirimkan ambulance. Setelah ambulance datang, aku pun segera dibawa ke rumah sakit MMC. Rekan HRD langsung berusaha menghubungi papa di Yogyakarta. Papa pun langsung menghubungi Putri untuk minta tolong menemaniku ke rumah sakit.

Sekitar pukul 18:00 aku sadar. Aku membuka mata dan aku lihat di sampingku sudah ada Putri dan ayah bunda (orang tua Putri).

“Istrahat dulu mas, jangan banyak gerak”, saran Putri

“iya, di mana kita? Apa yang terjadi?”, tanyaku

“Tadi mas kejang-kejang hilang kesadaran. Terus aku ditelepon oleh papa. Katanya papa ditelp oleh orang HRD kantor mas. Langsung deh aku ke sini dari kantorku di Sudirman. Nih aku juga ajak ayah bunda”

“Aku kejang? Aduhh….”, kataku sambil memegang bahu kananmu

“Iya mas, hati-hati, kata dokter bahu mas sepertinya bergeser. Tidak tahu patah atau bergeser, tapi kalau dilihat sepertinya kemungkinan besar bergeser”

Aku langsung terpikirkan bahwa aku baru saja terkena serangan hebat, di mana aku hilang kesadaran sampai jatuh. Kemudian aku berteriak-teriak. Masalah pergeseran di bahu kananku, pasti disebabkan karena teman-teman berusaha menahan gerakan berontak dariku saat kejang. Pasti mereka memegang bahuku dengan kencang, dan aku tetap melawan dalam ketidaksadaran. Semakin kencang tubuhku ditahan, maka semakin kuat aku melawan



“Mungkin sebaiknya dari awal aku jujur pada orang-orang di kantor ini bahwa aku memiliki riwayat epilepsi. Tadinya aku pikir lebih baik tidak jujur toh aku tidak pernah kena serangan lagi. Ternyata masih ada kemungkinan terkena serangan. Seperti hari ini contohnya……….” Kataku dalam hati sambil melamun

“Aku juga udah hubungi dokter Ira mas, kebetulan dia sedang di rumah orang tuanya di tebet, jadi sekarang dia sedang otw ke sini”, kata putri memecah lamunanku

Beberapa saat kemudian dr Ira (ketua umum YEI) datang. Dia bertemu dengan dokter umum yang menanganiku di ruang UGD. Setelah selesai berdiskusi, dr Ira pun mendatangiku

“Aska…gimana kondisi mu? Masih pusing?”

“udah tidak terlalu pusing dok, tetapi bahu kananku sakit”

“Iya bahu kananmu bergeser. Harus segera ditindak lanjuti sebelum terlambat. Tadi saya tanya dengan dokter jaga, hari ini tidak ada dokter tulang yang stand by karena sedang keluar kota”

“Terus enaknya gimana ya dok?”

“Kalau kamu mau, kita sekarang pindah ke rumah sakit tempat saya praktek di daerah Cibubur. Di situ ada dokter spesialis tulang yang saya kenal. Dan besok dia praktek di rumah sakit. Gimana? Sekalian nanti kamu cek tes EEG lagi sama saya. Udah lama tidak tes EEG kan?”

“iya dok, terakhir tes EEG 5 tahun lalu sebelum operasi. Ok, deh aku ikut saja”

Setelah itu putri dan dr Ira membantu urusan pindah rumah sakit, mulai dari pembayaran sampai pemesanan ambulans untuk pindah ke rumah sakit di Cibubur.

Putri pun langsung menghubungi papa mama untuk memberi tahu hal ini. Mama pun langsung memesan tiket untuk pergi ke Jakarta keesokan hari. Sedangkan papa belum bisa datang karena masih sibuk dengan pekerjaannya.


25-28 Juli 2012
Aku menjalai perawatan di rumah sakit cibubur. Termasuk tindakan operasi untuk mengembalikan posisi bahuku. Setelah operasi aku masih harus menggunakan penyangga bahu/tangan selama hamper 2 minggu.

Selain itu aku juga menjalani tes EEG dengan dokter Ira. Alat tes EEG akan merekam aktivitas gelombang otakku dalam beberapa sesi, yaitu sesi buka mata, tutup mata, saat diberi stimulasi berupa cahaya, saat nafas teratur, saa nafas tidak teratur, dan saat tidur. Hasil tes menunjukkan bahwa amplitudo gelombang, yang merupakan pertanda potensi serangan epilepsi, masih muncul dalam beberapa sesi. Artinya potensi serangan kejang masih ada dalam tubuhku walaupun kemungkinan munculnya jauh lebih kecil daripada tubuhku saat sebelum operasi.

Selama dirawat di rumah sakit, aku ditemani mama. Putri bersama ayah bunda juga selalu datang menengok hampir setiap hari. Melihat hal ini aku sangat bersyukur bahwa putri tetap mau bersamaku dan melanjutkan rencana pernikahan kami, walaupun saat ini, untuk pertama kalinya, dia melihatku terkena serangan kejang.

Sepulang dari rumah sakit, aku masih harus menggunakan penyangga bahu/tangan, dan kalau semuanya baik-baik saja, maka pengangga tersebut dapat dilepaskan seminggu kemudian. Dalam  jangka waktu seminggu ini aku belum bisa bekerja dan hanya bisa istirahat di rumah, sambil sesekali menjalani fisioterapi. Seminggu kemudian penyangga bahunya di lepas.

Untuk masalah epilepsi, dr Ira masih akan berdiskusi dengan dr zainal muttaqin untuk tidakan medis yang perlu ditempuh, mengingat aku terkena serangan lagi di saat 5 tahun pasca operasi. Sebelum serangan kejang ini, aku sudah bebas kejang dan bebas konsumsi obat selama 4 tahun. Dr Ira berjanji akan segera memberi tahu keputusannya.

Setelah kejadian ini, mama belum mengizinkan ku untuk hidup sendiri seperti sebelumnya. Mama kemudian memanggil seorang pembantu rumah tangga laki-laki dari rumah Yogyakarta, untuk menemaniku selama seminggu di Jakarta. Setelah seminggu kemudian kondisiku pulih, penyangga bahu dilepas, dan aku tetap bebas serangan, pembantu tersebut diperbolehkan kembali ke rumah di Yogyakarta. Aku pun mulai kerja kembali di awal Agustus 2012.

25 Sepetember 2012
Aku terkena serangan kejang lagi di kantor. Kejadiannya hampir sama seperti sebelumnya. Tiba-tiba aura muncul saat aku sedang berada di depan laptop. Kali ini bentuk serangannya lebih ringan daripada sebelumnya. Sehingga bagian tubuhku tidak perlu ditahan oleh teman-teman. Namun aku tetap pingsan dalam jangka waktu yang lama.

Kali ini aku tidak dibawa ke rumah sakit, namun cukup beristirahat di ruang kesehatan di gedung kantor. Rekan HRD pun langsung menghubungi putri. 1 jam kemudian putri sudah datang bersama ayah bunda untuk mengantarkanku pulang.

Aku pun beristirahat kembali selama 2 hari. Kali ini aku beristirahat di rumah putri dengan pertimbangan bahwa jika aku tinggal di rumahnya, maka akan ada orang yang bisa membantu merawatku selama menjalani proses istirahat. Aku sedih mendapatkan situasi ini. Mengapa aku harus terkena serangan kembali? dan kali ini ketika aku serangan aku tidak bisa langsung sadar seperti dahulu. Ketika aku bisa langsung sadar, maka aku bisa memulai kembali aktivitasku.

28 September 2012
Aku masuk kantor lagi. Mama sudah kembali ke Yogyakarta. Di pagi hari aku langsung dipanggil oleh Managing Director (MD). Ketika mendapat panggilan ini aku sudah pasrah. Aku akan menerima apa pun keputusan MD, termasuk keputusan phk.

“Bagaimana kondisimu?”, sapa bapak MD

“Sudah membaik, bisa beraktivitas dengan normal lagi”

“Saya lihat kondisimu terus menurun. Saya khawatir kamu tidak bisa menjalankan pekerjaanmu yang sekarang. Saya akan menawarkan perpindahan divisi kepada mu. Bagaimana kalau kamu pindah ke divisi data analyst? Di divisi ini pekerjaanmu sehari hari hanya duduk di kantor dan melakukan analisis data. Kamu tidak perlu lagi melakukan pekerjaanmu yang sekarang seperti meeting dengan client, fieldwork briefing dengan tim lapangan, dinas ke luar kota, mendesain rencana penelitian, dll?”

“………………………………..”

“Coba kamu pikir terlebih dahulu, saya juga akan mendiskusikan hal ini dengan manajermu”

Aku pun keluar dari ruangan MD. Di satu sisi aku bersyukur bahwa aku tidak jadi dipecat, dan aku masih diizinkan bekerja di sini. Tetapi di sisi lain, aku tidak ingin berpindah. Bagiku pekerjaan yang dia tawarkan adalah pekerjaan yang bagiku kurang dinamis. Di mana aku hanya akan melakukan hal yang sama berulang-ulang, dan menatap sebuah data setiap saat. Aku tidak bisa berkembang lebih jauh lagi.

Hal ini juga lah yang aku sampaikan pada manajerku. Aku tekankan pada dia bahwa aku tidak ingin pindah divisi. Aku tetap ingin berada di divisi ini. Manajerku pun memahaminya. Sebagai bentuk solusi yang lain, dia menyarakan aku untuk mengurangi terlebih dahulu jumlah project yang aku handle. Ketika nantinya sudah pulih kembali, aku bisa menambah jumlah projectnya seperti teman-teman yang lain. Aku setuju dengan saran dia.

30 September 2012
Pukul 6 pagi. Suasana masih sepi, dan dingin. Aku pun masih tertidur lelap sendiri di apartemen. Tiba-tiba bel berbunyi, dan ada seseorang yang mengetuk pintu dengan kencang sambil berteriak memanggil namaku. 

"Aska.....Aska......Mas....Mas......."

Mendengar hal ini, aku pun terbangun dalam suasana panik. Aku pikir telah terjadi pencurian ataupun kebakaran.

Aku pun membuka pintu masuk, dan aku temukan wajah putri sedang menangis. Aku bingung, ada apa kah ini ? Apakah putri mengalami suatu kejadian yang menyedihkan ?

”Ada apa sayang? ”, tanyaku

Dia mencoba menenangkan diri lalu perlahan-lahan menjawab pertanyaanku, ”Aku pikir mas kenapa-kenapa. Habis sejak semalam mas antar aku kerumah, mas tidak jawab chatt ku, telp pun tidak diangkat. Aku kan khawatir, apalagi kemarin-kemarin mas habis kena serangan lagi”

“Aku tidak apa-apa sayang. Maaf kalau bikin kamu khawatir. Baterei hapeku habis sejak semalam. Jadi aku charge sambil aku tinggal tidur. Sepertinya sekarang udah penuh. Maaf ya……yuk sini duduk dulu, tenangkan diri dulu. Kita cari sarapan bareng yuk, sambil nanti aku antar kamu pulang”

Saat itu aku merasa sedih melihat dia sedih. Tetapi aku juga bersyukur bahwa dia sangat memperhatikan kondisiku sebagai ODE. Aku adalah ODE yang beruntung.

13 Oktober 2012
Aku menjalani tes EEG yang kedua dengan dr Ira. Setelah kejadian serangan yang kedua, kami sama-sama yakin bahwa hal ini bukanlah kebetulan. Kondisi otak ku harus dicek kembali lebih dalam.

Hasil tes EEG kedua menunjukkan bahwa di dalam otakku masih ada potensi munculnya serangan. Hal ini bisa disebabkan karena kondisi tubuhku yang menurun drastis saat ini. Sepertinya ini terbawa pengaruh oleh kebiasaanku sering bekerja lembur dan makan terlambat.

”Saya punya dua solusi untuk kamu”, kata dr Ira

”Apa itu dok? 

”Pertama kamu harus berhenti dari pekerjaanmu saat ini, lalu mencari pekerjaan lain di mana jam kerja nya lebih teratur, jarang lembur. Kedua, kamu tetap bekerja di kantor yang sekarang, tetapi kamu harus mulai mengkonsumsi obat lagi”

Dengan pertimbangan kondisi saat itu di mana aku berencana untuk cuti menikah di 2 bulan mendatang, aku lebih memilih stay di pekerjaanku saat ini, tetapi mulai lagi mengkonsumsi obat. Jika aku harus mencari pekerjaan baru, aku belum tentu bisa mendapatkannya dengan cepat, dan juga kalaupun dapat aku belum bisa cuti di bulan desember mengingat aku masih dalam masa probation.

“Coba kamu konsumsi carbamazepine lagi. Untuk sementara dengan dosis ringan terlebih dahulu. Setengah tablet di pagi hari dan setengah tablet di malam hari. Setelah 2 tahun akan coba kita evaluasi lagi”, saran dr Ira

Akhirnya sejak saat itu aku mulai mengkonsumsi obat lagi. Hanya 1 jenis obat, masih lebih baik dibandingkan dahulu sebelum operasi, saat itu aku mengkonsumsi 3 jenis obat dengan dosis yang tinggi per hari.

17 Desember 2012
Hari ini adalah hari terakhirku bekerja sebelum mengambil cuti menikah. Hari ini aku harus menyelesaikan segala pekerjaanku sebelum aku tinggal cuti. Aku masuk lebih pagi daripada kebiasaanku sebelumnya. Sampai siang hari, semuanya berjalan lancar.

Menjelang sore hari, tiba-tiba aura itu datang lagi. Aku pun kembali terkena serangan dan harus dibawa ke ruang kesehatan dalam gedung. Sore hari nya, aku tersadar kembali dan melihat putri duduk di sampingku.

Dengan pertimbangan kondisiku yang sudah pulih di sore hari, maka aku pun langsung diantarkan ke tempat tinggalku oleh putri dan ayah bunda. Aku tidak sempat berpamitan dengan teman-teman, padahal ini hari terakhirku kerja sebelum cuti panjang untuk menjalani acara pernikahan.

Setibanya di apartemen, aku harus segera tidur dan beristirahat. Besok adikku Marinda akan datang dari Jerman. Lusa papa-mama akan datang dari Yogyakarta. Setelah itu aku akan sibuk dalam menjalani rangkaian acara pernikahanku.

Aku selalu berdoa semoga ini adalah serangan terakhir yang aku alami. Aku tidak akan mengalami serangan kembali, terlebih lagi di saat acara pernikahaan minggu depan.

Aku pun coba menghubungi dr Ira kembali, menyampaikan laporan bahwa aku baru saja terkena serangan.

”Itu berarti dosis obatnya kurang. Mulai saat ini tambahkan dosisnya menjadi 2 tablet per hari, 1 tablet di pagi hari, dan 1 tablet di malam hari”, saran dr Ira.

Januari 2013 – Maret 2014
Aku pun memenuhi saran dari dr Ira, dan hasilnya aku bisa dikatakan bebas serangan sampai saat ini. Kecuali 1 kali di bulan Maret 2013 di mana aku sempat mengalami serangan saat tidur. Sebelebihnya, aku bisa beraktivitas normal. Ini berarti aku memang tetap harus mengkonsumsi obat, agar aku bisa hidup normal terbebas dari serangan kejang.

Mulai Januari 2013, aku tinggal satu atap bersama putri. Hal ini yang membuatku bisa makan teratur kembali, karena saat ini ada seseorang yang mengingatkan dan marah jika aku melewatkan waktu makan.

Selain itu workload ku pada bulan Januari juga tidak terlalu banyak. Sesuai kesepakatan dengan manager, aku coba handle sedikit project terlebih dahulu dan nantinya akan ditambahkan secara perlahan-lahan.

Aku sudah bebas serangan setelah operasi. Aku harus menjaga kondisi ini dengan gaya hidup sehat. Gaya hidup yang seimbang antara pekerjaan, kesenangan, dan istirahat. Aku harus ingat bahwa aku akan selalu hidup sebagai ODE.

Kamis, 18 Februari 2016

#22 Riwayat epilepsi dan pengaruhnya di dunia kerja

Sejak pertama kali mengenal putri, ada semangat yang tumbuh dalam diriku. Pertama tentang semangat untuk meluluhkan hatinya, kedua tentang semangat untuk mencari pekerjaan baru dengan berbagai macam tantangan, yang akan membuat skill ku semakin berkembang, dan pada akhirnya aku pantas menjadi suaminya yang bisa diandalkan.

Akhir oktober 2010, sepulang dari Melbourne, aku menjalani interview pertama dengan seorang research director dari Ipsos, sebuah perusahaan konsultan marketing research dari Perancis. Aku mempersiapkan diri dengan mendalami semua materi metodologi penelitian sampai psikologi eksperimen, yang kebetulan juga menjadi mata kuliah ku bersama para mahasiswaku saat itu.  Pukul 4 sore aku tiba di kantor perusahaan ini. Kantornya terletak di daerah Menteng Jakarta Pusat.

Sebelum sesi interview dimulai, aku diminta untuk mengerjakan sebuah tes selama 1 jam. Dalam tes ini, aku diminta untuk menginterpretasi data dari sebuah laporan penelitian. Pemahaman dan minatku terhadap penelitian mulai dari metodologi sampai analisis data, benar-benar membantuku dalam melakukan interpretasi data. Aku pun segera menulis beberapa poin penting yang aku dapatkan dari laporan penelitian tersebut.

Setelah 1 jam, si bapak research director datang masuk ke dalam ruang interview. Kami pun saling memperkenalkan diri, dan dia mulai bertanya tentang pendapatku terhadap laporan penelitian tersebut. Rasa gugup, khawatir, cemas aku alami dalam sesi interview tersebut. Tetapi selalu bisa aku atasi dengan sebuah value yang selalu aku pegang: 

Masalah terberat dalam hidupku, yaitu epilepsi dan operasi, yang bisa berdampak besar dalam hidupku, bisa aku lalui dengan sukses. Terlebih lagi masalah interview pekerjaan ini, yang dampaknya tidak sebesar epilesi dan operasi, pasti juga bisa aku lalui dengan sukses.

Research director tersebut banyak menayakan pertanyaan teknis tentang metode penelitian. Aku bisa menjawabnya dengan lancar, aku sampaikan pula bahwa saat itu aku juga sedang mengajar psikologi eksperimen, sehingga bisa membantuku dalam menjawab pertanyaannya. Hanya ada 1 pertanyaan yang tidak bisa aku jawab, tetapi beliau memakluminya mengingat pertanyaan tersebut hanya bisa dijawab oleh seseorang yang sudah senior dalam bidang riset. Dari sini aku semakin yakin bahwa aku memang harus bekerja di perusahaan ini untuk memperdalam pemahaman dan menambah pengalamanku di bidang riset. 

Aku pun banyak bertanya kepada beliau. Aku tanyakan tentang bagaimana suasana lingkungan kerja, jam kerja, gaji, lembur, dan juga berbagai metode penelitian yang akan diterapkan. Dari jawaban beliau aku menemukan fakta bahwa ada 1 metode analisis kuantitatif yaitu SEM (Structural Equation Modeling) juga sering digunakan sehari-hari dalam memahami perilaku konsumen. Aku pun teringat di dunia akademis, analisis ini biasanya dipakai oleh para kandidat doktor psikologi S3 untuk menyelesaikan disertasinya. Ini membuatku semakin tertarik untuk berpindah pekerjaan ke bidang ini. Harapannya kemampuanku pun tidak kalah dengan lulusan S3 psikologi walaupun aku tidak menempuh program studi S3.

Aku lega, sampai saat itu tidak ada pertanyaan tentang riwayat kesehatanku. Jadi aku tidak perlu bercerita tentang epilepsi. 

Tapi semuanya berubah di saat akhir interview, research director bertanya padaku:

"Kamu sekarang ini dosen kan ya? Pastinya sering mempresentasikan hasil penelitian dong? Seberapa sering presentasi dalam sebuah seminar ilmiah", tanya dia

"Baru sekali ini Pak, minggu lalu saya presentasi hasil tesis saya di sebuah seminar di Melbourne"

"Wah, itu bisa jadi nilai plus kamu. Seminarnya tentang apa?"

"Tentang psikologi klinis dan kesehatan pak", jawabku tidak sepenuhnya jujur. Aku tidak berani untuk mengatakan tema yang sesungguhnya yaitu "epilepsi". Aku khawatir jika aku mengatakan "epilepsi" maka akan muncul pertanyaan-pertanyaan berikutnya

Kenapa presentasinya di seminar ini?

Kenapa memilih topik 'epilepsi'?

Siapa yang 'epilepsi'?

Aku juga khawatir bahwa jika dia tahu aku adalah ODE maka bisa jadi aku tidak akan lolos seleksi.

Terjadilah perdebatan dalam batinku:

Aku ingin sekali meningkatkan nilai jualku dengan cara menceritakan tentang prestasiku dalam presentasi report di kongres epilepsi Asia Pasifik minggu lalu. Tapi, jika aku menceritakannya, maka ada kemungkinan aku juga harus bercerita tentang riwayat epilepsi. Aku khawatir nantinya mereka tidak mau memperkerjakan ODE. 


***

Setelah selesai sesi interview pertama, aku diberi tahu bahwa jika aku memenui syarat, maka akan ada sesi interview kedua dengan managing director (MD) perusaahaan ini. Ternyata tidak perlu menunggu lama, 3 hari setelah selesai interview, aku mendapatkan undangan dari sekretaris MD untuk menjalani sesi interview berikutnya di awal November 2010.

"Semangat ya mas...", pesan putri melalui sms sebelum aku menjalai sesi interview kedua

Di sesi ini, aku lebih banyak mendapat pertanyaan seputar sisi personalku.

“Bisa tolong jelaskan, siapakah Aska? Seperti apa orangnya? Kebiasaanya, hobinya?”, Tanya bapak MD

“Aska adalah seseorang yang memiliki hobi bermain piano. Aska terbiasa menyelesaikan segala tugas secara ontime, atau kalau bisa lebih cepat lebih baik. Tidak panik dalam menghadapi masalah, karena tidak takut gagal. Kegagalan adalah seuatu proses pembelajaran terbaik. Yang terpenting adalah pantang menyerah.  Aska juga bisa bekerja sendiri dan bekerja sama dengan orang lain”, kataku sambil terpikirkan bahwa semua hal positif ini aku dapatkan dari pengalamanku hidup bersama epilepsi. 

Aku tidak takut gagal, termasuk kegagalan operasi bedah syaraf otak. Aku berani mencoba hal-hal baru. Aku selalu belajar dari kegagalan, dan tidak akan mengulanginya lagi.

Aku harus menyelesaikan tugas sebelum deadline. Berasal dari pengalaman masa lalu bahwa segala tugas sekolah harus diselesaikan tepat waktu atau lebih cepat agar nantinya tugas tersebut tidak terbengkalai saat serangan kejang datang secara beruntun.

Aku juga bisa bekerja sama dengan orang lain. Karena kalau semua tugas aku kerjakan sendiri, aku akan lebih mudah lelah dan stress yang dapat memicu munculnya serangan.

Aku pantang menyerah dan terus berusaha sampai pekerjaan selesai. Aku pantang menyerah hidup bersama epilepsi. Terus berusaha dan bersemangat untuk sembuh, sampai akhirnya menemukan solusi operasi bedah otak.

Dalam 2 sesi interview di perusahaan ini, tidak ada yang bertanya kepada ku seputar kondisi kesehatan ataupun secara spesifik bertanyan tentang epilepsi. Aku lega melihat hal ini. Aku rasa tidak perlu bercerita saat ini.

Beberapa hari kemudian, aku pun mendapatkan penawaran pekerjaan dari mereka. Aku sangat lega dan senang sekali. Pekerjaan yang mereka tawarkan adalah quantitative research executive. Nantinya pekerjaanku sehari-hari adalah melakukan riset kuantitatif untuk memahami perilaku konsumen.

Dengan demikian, aku semakin mantap untuk berpindah kerja dari dunia akademis ke dunia praktisi. Aku mengundurkan diri dari rencana studi S3 psikologi, namun staus dosenku di Universitas Gunadarma tidak berubah. Aku tetap berstatus dosen di sana tetapi menjadi dosen non aktif. Suatu saat nanti ketika aku sudah kenyang pengalaman dengan dunia kerja, aku akan kembali mengajar. Di saat itu aku bisa mengajarkan teori psikologi yang sudah update dengan kondisi masyarakat dan dunia kerja terkini.

November 2010, aku mulai bergabung dengan Ipsos. Ketika pertama kali bergabung, aku belum bisa kerja full 100% di perusahaan ini, mengingat aku masih punya kewajiban untuk menyelesaikan kegiatan mengajar psikologi eksperimen sampai akhir desember 2010. Jalan tengah yang diambil oleh ku adalah, aku hanya bekerja di hari kamis & jumat di bulan November-Desember 2010, karena di hari senin-rabu aku masih harus mengajar. Di awal Januari 2011, aku mulai bekerja 100% di perusahaan ini.

Bekerja di perusahaan multinasional membuat skillku dalam berkomunikasi dalam bahasa inggris semakin terasah. Bahasa inggris adalah bahasa sehari-hari di kantor. Selain itu skill ku dalam bidang penelitian juga semakin berkembang. Aku belajar dan menerapkan berbagai metode riset kuantitatif dalam pekerjaan sehari-hari. Berbagai penelitian yang aku lakukan antara lain product and concept test, brand tranckking, advertising study, usage and attitude study, dll


Bersama rekan-rekan kerja di Ipsos

Skill riset ini juga membantuku dalam menyusun desain studi kualitas hidup ODE berikutnya. Sejak aktif dalam YEI, aku merencanakan untuk melaksanakan riset kualitas hidup ODE di Indonesia dalam 2-3 tahun sekali. Hasil penelitian dapat digunakan sebagai feedback bagi YEI untuk menilai seberapa eketifkah kegiatan YEI untuk meningkatkan kualitas hidup ODE. Di sisi lain, hasil riset ini juga akan didaftarkan dalam seleksi paper ilmiah untuk dipresentasikan dalam kongres epilepsi internasional.

***

Pada bulan Mei 2012, aku mendapatkan tawaran pekerjaan dari perusahaan kompetitor. Ini adalah Kadence, sebuah perusahaan konsultan riset pemasaran multinasional dari Inggirs. Tawaran yang diberikan adalah kesempatan untuk lebih berkembang lagi dengan memberiku kepercayaan memegang tanggung jawab atau jawaban yang lebih tinggi. Tawaran yang sangat menarik, dan aku sangat berminat untuk mencoba mengirim CVku kepada Managing Director (MD) perusahaan Inggris tersebut.

Aku pun mulai memperbaharui CV ku, dan rasa bimbang itu kembali muncul pada pikiranku. Aku bertanya pada diriku sendiri:

Apakah perlu mencantumkan aktivitasku di YEI sebagai kegiatan sosial di dalam CV? Di beberapa perusahaan kegiatan sosial kita seringkali ditanyakan untuk mengenal siapa kita

Apakah perlu mencantumkan pengalamanku mempresentasikan hasil penelitian di Melbourne beberapa waktu lalu? Ini bisa menjadi nilai lebih bagi seorang researcher, tetapi ini juga berhubungan dengan epilepsi

Apakah riwayat kesehatan dan epilepsi menjadi pertimbangan bagi perusahaan ini dalam penerimaan karyawan baru?

Akhirnya kali ini aku memutuskan berani untuk mencantumkan informasi tentang epilepsi di dalam CVku. Dengan pertimbangan bahwa cepat atau lambat siapa pun akan tahu tentang riwayat epilepsiku. Jika HRD dari perusahaan tersebut pintar, dia pasti juga akan mencari tahu segala hal tentang ku di Google. Ketika aku ketik nama ku di google, maka aku akan menemukan banyak informasi tentang diriku dan riwayat epilepsi.

Seiring dengan aktivitas YEI di facebook, aku pun mulai sering mendapatkan wall post dari rekan-rekan yang bertanya tentang epilepsi. Pada awalnya aku sempat berpikir untuk menghapusnya. Tetapi jika aku melakukan hal ini, maka aku kembali menjadi Aska di masa lalu, yaitu Aska yang menolak fakta bahwa dirinya adalah ODE. Akhirnya aku putuskan tidak menghapus postingan tersebut, dengan resiko bahwa semua orang bisa membacanya, termasuk orang HRD dari perusahaan ini.

Aku menyampaikan informasi apa adanya di dalam CV. Semoga MD ataupun HRD bisa lebih bijak menyikapinya. Semoga mereka lebih memusatkan perhatian pada pengalamanku bekerja di prusahaan kompetitor ataupun pengalamanku melakukan presentasi di seminar internasional.

3 hari setelah mengirimkan CV, aku diundang untuk interview dengan MD. Beberapa hal yang dibahas adalah pengalaman melakukan penelitian dan analisis data. Sampai akhirnya di sesi akhir interview pertanyaan yang aku khawatirkan muncul:

“Aska…saya baca di CV ini kamu juga aktif di YEI, serta pernah juga presentasi di seminar internasional tentang epilepsi. Apakah kamu adalah ODE?”

Haruskah aku jujur?

Aku tetap tidak berani jujur. Langsung muncul penyesalan dalam benakku. 

Harusnya aku tidak perlu menulis informasi apapun tentang epilepsi dalam CV.

Yang aku inginkan sebenarnya adalah menunjukkan prestasiku dalam sebuah seminar internasional. Tapi rupanya dia lebih concern kepada statusku sebagai ODE

“Bukan, saya mulai aktif di YEI saat dulu penelitian tesis. Lalu hasil tesis saya presentasikan di Melbourne. Karena sudah kenal dekat dengan pengurus YEI, maka sampai sekarang saya masih turut serta membantu dalam kepengurusan YEI”, kataku setengah berbohong sambil menyadari bahwa sebaiknya lain kali informasi tentang epilepsi aku hapus saja dari CV, karena sepertinya si MD ini sangat concern dengan karyawan epilepsi.

Aku khawatir dia tidak bisa memperkerjakan karyawan ODE.

“ok, saya hanya ingin tahu saja. Interview cukup sampai disini. Berikut saya beri tawaran pekerjaannya”

Beliau pun langsung memberi surat tawaran pekerjaan berisi detail tentang gaji dan tanggung jawab. Tawaran gaji dan tanggung  jawab yang lebih tinggi membuatku tidak perlu berpikir panjang lagi untuk mengambil keputusan. Aku jawab ‘ya’ saat itu juga.

Terkadang aku jadi merasa aneh sendiri. Dahulu aku bisa bersahabat dengan epilepsi. Aku tidak malu mengakui diriku adalah ODE. Tetapi kenapa sekarang berbeda? Mengapa aku jadi lebih berhati-hati untuk bercerita bahwa aku adalah ODE? 


Mungkin karena dahulu situasi yang aku hadapi adalah situasi sekolah/kuliah. Sedangkan saat ini yang aku hadapi adalah dunia kerja, dengan persaingan antar pekerja yang semakin ketat dan kompleks.


***

Aku mulai bekerja di perusahaan Inggris ini di akhir juni 2012. Kantor perusahaan ini berada di daerah Rasuna Said Jakarta Selatan. Di minggu pertama aku langsung mendapatkan perintah dinas ke luar kota. Pekerjaan di sini lebih berat dan menantang dari pada pekerjaan di kantor sebelumnya, karena aku harus mempersiapkan segala hal sendiri. Setiap orang sudah memiliki project masing-masing. Selain itu jumlah projectnya juga jauh lebih banyak daripada jumlah projectku di kantor sebelumnya. Di satu sisi pekerjaan ini melelahkan. Tetapi di sisi lain banyak sekali pengalaman berharga yang aku dapatkan dari perusahaan ini.

Bersama teman-teman Kadence

Aku pun mulai sering lembur dan terlambat makan malam. Kebiasaan ini terus berulang setiap hari. Setiap malam aku pulang dalam kondisi lelah, dan ingin segera tidur. Pada pagi hari, aku pun bangun jam 8. Aku mulai sulit bangun pagi karena kondisi tubuh yang lelah. Pada akhirnya aku pun malas menyiapkan sarapan pagi, dan lebih memilih langsung berangkat ke kantor. Aku mulai kerja jam 10 pagi dan selesai paling cepat jam 7 malam. Begitu terus setiap hari. Di akhir pekan, aku pun tidak sempat beristirahat karena harus mempersiapkan segala hal yang berhubungan dengan acara pernikahan dengan Putri di akhir tahun 2012.  


Akhirnya kondisi tubuh pun tidak bisa berbohong. Tiba-tiba serangan kejang itu muncul lagi. Aku mengalami serangan kejang di dalam kantor. Semua orang melihatku dengan terkejut saat itu..........