Kamis, 25 Februari 2016

#25 Epilepsi membawaku ke kegiatan internasional

Aku mulai aktif dalam seminar internasional di tahun 2008. Saat itu dr Zainal Muttaqin (dokter yang mengoperasi otakku) mengajakku untuk berpartisipasi dalam Kongres Epilepsi Asia Pasifik yang diselenggarakan setiap 2 tahun. Seminar ini membuat pikiranku menjadi terbuka dan aku bisa menyatukan dua hal yang ada dalam diriku, yaitu statusku sebagai ODE dan minatku terhadap penelitian sosial. 


Selepas kongres epilepsi Asia Pasifik tahun 2008, aku berjanji pada diriku sendiri bahwa pada kongres epilepsi berikutnya, aku harus bisa berpartisipasi sebagai presenter. Aku pun mulai menyusun penelitian ilmiah tentang kualitas hidup ODE dalam tesis S2 Psikologi. Hasilnya, ditahun 2010 paperku lolos seleksi dan aku pun mendapat kesempatan untuk mempresentasikan hasil risetku dalam Kongres Epilepsi Asia Pasifik di Melbourne (detail ceritanya ada di #20)


Aku tidak ingin berhenti di sini, ini hanyalah awal. Sejak bergabung tahun 2010, aku banyak aktif di YEI dalam hal riset, data, dan hubungan internasional. Dalam hal data, aku mulai membentuk sebuah database besar berisi informasi tentang ODE se-Indonesia. Database berisi informasi yang lengkap mulai dari nama, alamat, pendidikan, pekerjaan, riwayat sakit, sampai jenis obat yang dikonsumsi. Semua ini aku dapatkan lewat informasi dari media sosial, dari acara-acara rutin pertemuan YEI, dll. Semakin lama, semakin banyak ODE yang berani membuka diri dalam media sosial, efeknya selalu saja ada anggota baru YEI yang mendaftarkan diri di setiap acara pertemuan rutin yayasan. 

Hal ini tentunya juga berefek positif bagi kita semua para ODE. Dengan berani membuka diri, maka kita bisa mendapatkan teman sesama ODE yang bisa saling mendukung. Informasi yang dikumpulkan oleh YEI pun semakin kaya dan sangat bermanfaat. Salah satu contohnya adalah permasalahan obat generik anti epilepsi yang hilang di pasaran dalam waktu 1 tahun belakangan ini. Dari database YEI, aku bisa mendapatkan data tentang berapa banyak pengguna setiap jenis obat anti epilepsi, dan bagaimana persebarannya di kota-kota besar di Indonesia. Data ini menjadi hal yang penting untuk dilampirkan dalam laporan YEI kepada departemen kesehatan beberapa bulan yang lalu. Hasilnya, pihak depkes berterima kasih kepada kita semua yang telah membuka mata mereka tentang permasalahan ini. Seharusnya obat anti epilepsi generik tidak boleh hilang dari pasaran. Pihak depkes akan kroscek juga ke pihak produksi dan distribusi obat untuk mememukan sumber permasalahannya. Isu ini muncul sejak adanya kebijakan BPJS yang dapat mengcover kebeutuhan obat generik bagi ODE. Tapi faktanya, jumlah obat generik yang ada di rumah sakit ataupun apotik sangat terbatas.


Dalam hal riset, aku mulai rutin melakukan riset tentang kualitas hidup ODE. Pada tahun 2012, aku sudah mengumpulkan data yang cukup untuk kemudian bisa aku analisis. Saat itu aku berencana untuk submit paperku lagi pada kongres epilepsi asia pasifik di Manila. Sayangnya di tahun 2012 itu aku mulai terkena serangan lagi, di sisi lain aku juga sibuk mempersiapkan acara pernikahanku di akhir tahun. Aku pun tidak sempat menyusun paper.



Tetapi ini tidak berarti bahwa penelitian yang aku lakukan di tahun 2012 menjadi sia-sia. Aku tetap memanfaatkan data tersebut sebagai benchmark untuk aku bandingkan dengan data hasil riset kualitas hidup ODE tahun 2014. Hasilnya terdapat perbedaan yang signifikan dimana kualitas hidup ODE tahun 2014 signifikan lebih tinggi daripada kualitas hidup tahun 2012. Setelah aku analisis lebih dalam, faktor yang paling berperan dalam peningkatan ini adalah faktor sosial, yaitu dengan adanya komunitas epilepsi online dan offline yang dibentuk oleh YEI. Dengan adanya komunitas ini ODE tidak lagi merasa sendiri, dan juga bisa saling bertukar informasi tentang solusi terbaik mengatasi epilepsi. Epilepsi adalah gangguan syaraf yang berlangsung dalam jangka waktu lama, maka hal terpenting bagi ODE adalah bisa hidup bersahabat dengan epilepsi. Salah satu caranya adalah mulai berpikir terbuka tentang epilepsi, berani mengakui bahwa kita adalah ODE, dan saling mendukung sesama ODE untuk bisa beraktivitas seperti orang normal pada umumnya.


Hasil riset ini aku daftarkan dalam kongres epilepsi Asia Pasifik berikutnya di Singapore tahun 2014. Aku submit 2 paper untuk kongres ini. Pertama tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas hidup ODE, dan kedua tentang histori kualitas hidup ODE tahun 2012-2014. Aku bersyukur bahwa kedua paper ku ini lolos seleksi, dan aku diundang untuk presentasi di Singapore


Pada bulan agustus 2014, aku pun menghadiri kongres epilepsi ini. Dalam acara ini aku berkenalan dengan para ODE dan aktivis epilepsi dari berbagai negara. Kami pun berjanji untuk bekerja sama dan saling mengunjungi satu sama lain.


Di sela-sela kongres epilepsi di Singapore ini, aku juga mendapat undangan dari IBE (International Bureau for Epilepsy) untuk mengikuti regional meeting antar yayasan epilepsi se-Asia Pasifik untuk membahas rencana kegiatan setahun kedepan.

Aku banyak belajar dari negara-negara lain tentang program-program pemberdayaan ODE dan juga reduksi stigma negatif epilepsi yang bisa berjalan sukses. Misalnya memperkenalkan epilepsi kepada masyarakat umum dan ODE sejak usia dini melalui sebuah permainan yang menarik, memberikan pelatihan-pelatihan kepada aktivis kesehatan dan masyarakat umum tentang epilepsi dan penanganan saat serangan kejang terjadi, memberikan award kepada ODE berprestasi, dll. Kami berjanji untuk saling bekerja sama, share kegiatan kami masing-masing, dan membantu yayasan dari negara lain untuk mengadopsi cara yang sukses di negara kita untuk diaplikasikan ke negara mereka.

Situasi regional meeting antar yayasan epilepsi Asia Pasifik

Bersama Athanasios Covanis. President of IBE (International Bureau for Epilepsy), disela-sela acara regional meeting

Aku belajar banyak dari kegiatan ini, dan aku akan terus membantu menjadi perwakilan YEI dalam riset dan kegiatan internasional. Ini adalah sebuah amanah yang akan aku jalankan dengan senang hati. Jika kita cek website IBE, maka kita bisa menemukan namaku tercantum sebagai contact person YEI. 


***

Tahun 2015 aku mendapat undangan lagi dari IBE untuk submit paper dalam kongres epilepsi. Kali ini kongres epilepsi dalam ruang lingkup yang lebih luas, tidak hanya Asia Pasifik, namun kali ini adalah level global (internasional). Aku manfaatkan kesempatan ini dengan baik. Aku mulai menyusun paper kembali, dari source data yang sama seperti tahun 2014. Tetapi kali ini aku coba melakukan analisis hanya pada ODE dewasa, karena tema yang ingin aku angkat adalah tema tentang epilepsi dan pekerjaan.


Setelah aku selesai menyusun paper, aku pun segera mengirimkan paper tersebut kepada panitia. Alhamdulillah, sekali lagi aku mendapatkan kabar baik dari panitia bahwa paperku lolos, dan mereka mengundangku untuk mempresentasikan materi ini di Istanbul pada bulan september 2015.


Sayang seribu sayang, saat itu aku tidak bisa menghadiri kongres ini karena pada saat yang bersamaan ada pekerjaan dan aktivitas kantor yang tidak bisa ditinggalkan. Tetapi aku memanfaatkan momen ini sebagai pemicu untuk tetap produktif menghasilkan paper ilimah tentang epilepsi, sehingga aku berkesempatan untuk turut serta dalam kongres epilepsi berikutnya.

Jika memikirkan segala aktivitas ini, aku selalu teringat kata-kata yang aku pegang sejak dahulu.

Epilepsi seakan-akan membuat aktivitasku menjadi terbatas. Ada olahraga yang tidak bisa aku lakukan, ada pula pekerjaan yang tidak pantas dilakukan olehku. Aku tidak bisa melakukan segala hal seperti orang normal pada umumnya. Semua ini karena riwayat epilepsi yang aku miliki

Namun jika aku lihat lagi lebih dalam, keterbatasan ini justru membuatku lebih mudah memilih. Aku lebih mudah fokus pada satu bidang yang aku minati dan bisa dilakukan oleh ODE. Dalam hal ini, bidangku adalah riset. Maka sejak awal aku sudah memperdalam skillku dalam bidang riset, dan memilih pekerjaan yang berhubungan dengan riset. Aku tidak akan mengalami penyelesalan karena salah memilih jurusan kuliah, atau pun salah memilih bidang pekerjaan seperti yang dialami oleh orang lain. Dan aku pun juga tidak galau dalam memilih pekerjaan, seperti yang dialami oleh mayoritas pencari kerja saat ini

Tidak ada komentar:

Posting Komentar