Kamis, 18 Februari 2016

#22 Riwayat epilepsi dan pengaruhnya di dunia kerja

Sejak pertama kali mengenal putri, ada semangat yang tumbuh dalam diriku. Pertama tentang semangat untuk meluluhkan hatinya, kedua tentang semangat untuk mencari pekerjaan baru dengan berbagai macam tantangan, yang akan membuat skill ku semakin berkembang, dan pada akhirnya aku pantas menjadi suaminya yang bisa diandalkan.

Akhir oktober 2010, sepulang dari Melbourne, aku menjalani interview pertama dengan seorang research director dari Ipsos, sebuah perusahaan konsultan marketing research dari Perancis. Aku mempersiapkan diri dengan mendalami semua materi metodologi penelitian sampai psikologi eksperimen, yang kebetulan juga menjadi mata kuliah ku bersama para mahasiswaku saat itu.  Pukul 4 sore aku tiba di kantor perusahaan ini. Kantornya terletak di daerah Menteng Jakarta Pusat.

Sebelum sesi interview dimulai, aku diminta untuk mengerjakan sebuah tes selama 1 jam. Dalam tes ini, aku diminta untuk menginterpretasi data dari sebuah laporan penelitian. Pemahaman dan minatku terhadap penelitian mulai dari metodologi sampai analisis data, benar-benar membantuku dalam melakukan interpretasi data. Aku pun segera menulis beberapa poin penting yang aku dapatkan dari laporan penelitian tersebut.

Setelah 1 jam, si bapak research director datang masuk ke dalam ruang interview. Kami pun saling memperkenalkan diri, dan dia mulai bertanya tentang pendapatku terhadap laporan penelitian tersebut. Rasa gugup, khawatir, cemas aku alami dalam sesi interview tersebut. Tetapi selalu bisa aku atasi dengan sebuah value yang selalu aku pegang: 

Masalah terberat dalam hidupku, yaitu epilepsi dan operasi, yang bisa berdampak besar dalam hidupku, bisa aku lalui dengan sukses. Terlebih lagi masalah interview pekerjaan ini, yang dampaknya tidak sebesar epilesi dan operasi, pasti juga bisa aku lalui dengan sukses.

Research director tersebut banyak menayakan pertanyaan teknis tentang metode penelitian. Aku bisa menjawabnya dengan lancar, aku sampaikan pula bahwa saat itu aku juga sedang mengajar psikologi eksperimen, sehingga bisa membantuku dalam menjawab pertanyaannya. Hanya ada 1 pertanyaan yang tidak bisa aku jawab, tetapi beliau memakluminya mengingat pertanyaan tersebut hanya bisa dijawab oleh seseorang yang sudah senior dalam bidang riset. Dari sini aku semakin yakin bahwa aku memang harus bekerja di perusahaan ini untuk memperdalam pemahaman dan menambah pengalamanku di bidang riset. 

Aku pun banyak bertanya kepada beliau. Aku tanyakan tentang bagaimana suasana lingkungan kerja, jam kerja, gaji, lembur, dan juga berbagai metode penelitian yang akan diterapkan. Dari jawaban beliau aku menemukan fakta bahwa ada 1 metode analisis kuantitatif yaitu SEM (Structural Equation Modeling) juga sering digunakan sehari-hari dalam memahami perilaku konsumen. Aku pun teringat di dunia akademis, analisis ini biasanya dipakai oleh para kandidat doktor psikologi S3 untuk menyelesaikan disertasinya. Ini membuatku semakin tertarik untuk berpindah pekerjaan ke bidang ini. Harapannya kemampuanku pun tidak kalah dengan lulusan S3 psikologi walaupun aku tidak menempuh program studi S3.

Aku lega, sampai saat itu tidak ada pertanyaan tentang riwayat kesehatanku. Jadi aku tidak perlu bercerita tentang epilepsi. 

Tapi semuanya berubah di saat akhir interview, research director bertanya padaku:

"Kamu sekarang ini dosen kan ya? Pastinya sering mempresentasikan hasil penelitian dong? Seberapa sering presentasi dalam sebuah seminar ilmiah", tanya dia

"Baru sekali ini Pak, minggu lalu saya presentasi hasil tesis saya di sebuah seminar di Melbourne"

"Wah, itu bisa jadi nilai plus kamu. Seminarnya tentang apa?"

"Tentang psikologi klinis dan kesehatan pak", jawabku tidak sepenuhnya jujur. Aku tidak berani untuk mengatakan tema yang sesungguhnya yaitu "epilepsi". Aku khawatir jika aku mengatakan "epilepsi" maka akan muncul pertanyaan-pertanyaan berikutnya

Kenapa presentasinya di seminar ini?

Kenapa memilih topik 'epilepsi'?

Siapa yang 'epilepsi'?

Aku juga khawatir bahwa jika dia tahu aku adalah ODE maka bisa jadi aku tidak akan lolos seleksi.

Terjadilah perdebatan dalam batinku:

Aku ingin sekali meningkatkan nilai jualku dengan cara menceritakan tentang prestasiku dalam presentasi report di kongres epilepsi Asia Pasifik minggu lalu. Tapi, jika aku menceritakannya, maka ada kemungkinan aku juga harus bercerita tentang riwayat epilepsi. Aku khawatir nantinya mereka tidak mau memperkerjakan ODE. 


***

Setelah selesai sesi interview pertama, aku diberi tahu bahwa jika aku memenui syarat, maka akan ada sesi interview kedua dengan managing director (MD) perusaahaan ini. Ternyata tidak perlu menunggu lama, 3 hari setelah selesai interview, aku mendapatkan undangan dari sekretaris MD untuk menjalani sesi interview berikutnya di awal November 2010.

"Semangat ya mas...", pesan putri melalui sms sebelum aku menjalai sesi interview kedua

Di sesi ini, aku lebih banyak mendapat pertanyaan seputar sisi personalku.

“Bisa tolong jelaskan, siapakah Aska? Seperti apa orangnya? Kebiasaanya, hobinya?”, Tanya bapak MD

“Aska adalah seseorang yang memiliki hobi bermain piano. Aska terbiasa menyelesaikan segala tugas secara ontime, atau kalau bisa lebih cepat lebih baik. Tidak panik dalam menghadapi masalah, karena tidak takut gagal. Kegagalan adalah seuatu proses pembelajaran terbaik. Yang terpenting adalah pantang menyerah.  Aska juga bisa bekerja sendiri dan bekerja sama dengan orang lain”, kataku sambil terpikirkan bahwa semua hal positif ini aku dapatkan dari pengalamanku hidup bersama epilepsi. 

Aku tidak takut gagal, termasuk kegagalan operasi bedah syaraf otak. Aku berani mencoba hal-hal baru. Aku selalu belajar dari kegagalan, dan tidak akan mengulanginya lagi.

Aku harus menyelesaikan tugas sebelum deadline. Berasal dari pengalaman masa lalu bahwa segala tugas sekolah harus diselesaikan tepat waktu atau lebih cepat agar nantinya tugas tersebut tidak terbengkalai saat serangan kejang datang secara beruntun.

Aku juga bisa bekerja sama dengan orang lain. Karena kalau semua tugas aku kerjakan sendiri, aku akan lebih mudah lelah dan stress yang dapat memicu munculnya serangan.

Aku pantang menyerah dan terus berusaha sampai pekerjaan selesai. Aku pantang menyerah hidup bersama epilepsi. Terus berusaha dan bersemangat untuk sembuh, sampai akhirnya menemukan solusi operasi bedah otak.

Dalam 2 sesi interview di perusahaan ini, tidak ada yang bertanya kepada ku seputar kondisi kesehatan ataupun secara spesifik bertanyan tentang epilepsi. Aku lega melihat hal ini. Aku rasa tidak perlu bercerita saat ini.

Beberapa hari kemudian, aku pun mendapatkan penawaran pekerjaan dari mereka. Aku sangat lega dan senang sekali. Pekerjaan yang mereka tawarkan adalah quantitative research executive. Nantinya pekerjaanku sehari-hari adalah melakukan riset kuantitatif untuk memahami perilaku konsumen.

Dengan demikian, aku semakin mantap untuk berpindah kerja dari dunia akademis ke dunia praktisi. Aku mengundurkan diri dari rencana studi S3 psikologi, namun staus dosenku di Universitas Gunadarma tidak berubah. Aku tetap berstatus dosen di sana tetapi menjadi dosen non aktif. Suatu saat nanti ketika aku sudah kenyang pengalaman dengan dunia kerja, aku akan kembali mengajar. Di saat itu aku bisa mengajarkan teori psikologi yang sudah update dengan kondisi masyarakat dan dunia kerja terkini.

November 2010, aku mulai bergabung dengan Ipsos. Ketika pertama kali bergabung, aku belum bisa kerja full 100% di perusahaan ini, mengingat aku masih punya kewajiban untuk menyelesaikan kegiatan mengajar psikologi eksperimen sampai akhir desember 2010. Jalan tengah yang diambil oleh ku adalah, aku hanya bekerja di hari kamis & jumat di bulan November-Desember 2010, karena di hari senin-rabu aku masih harus mengajar. Di awal Januari 2011, aku mulai bekerja 100% di perusahaan ini.

Bekerja di perusahaan multinasional membuat skillku dalam berkomunikasi dalam bahasa inggris semakin terasah. Bahasa inggris adalah bahasa sehari-hari di kantor. Selain itu skill ku dalam bidang penelitian juga semakin berkembang. Aku belajar dan menerapkan berbagai metode riset kuantitatif dalam pekerjaan sehari-hari. Berbagai penelitian yang aku lakukan antara lain product and concept test, brand tranckking, advertising study, usage and attitude study, dll


Bersama rekan-rekan kerja di Ipsos

Skill riset ini juga membantuku dalam menyusun desain studi kualitas hidup ODE berikutnya. Sejak aktif dalam YEI, aku merencanakan untuk melaksanakan riset kualitas hidup ODE di Indonesia dalam 2-3 tahun sekali. Hasil penelitian dapat digunakan sebagai feedback bagi YEI untuk menilai seberapa eketifkah kegiatan YEI untuk meningkatkan kualitas hidup ODE. Di sisi lain, hasil riset ini juga akan didaftarkan dalam seleksi paper ilmiah untuk dipresentasikan dalam kongres epilepsi internasional.

***

Pada bulan Mei 2012, aku mendapatkan tawaran pekerjaan dari perusahaan kompetitor. Ini adalah Kadence, sebuah perusahaan konsultan riset pemasaran multinasional dari Inggirs. Tawaran yang diberikan adalah kesempatan untuk lebih berkembang lagi dengan memberiku kepercayaan memegang tanggung jawab atau jawaban yang lebih tinggi. Tawaran yang sangat menarik, dan aku sangat berminat untuk mencoba mengirim CVku kepada Managing Director (MD) perusahaan Inggris tersebut.

Aku pun mulai memperbaharui CV ku, dan rasa bimbang itu kembali muncul pada pikiranku. Aku bertanya pada diriku sendiri:

Apakah perlu mencantumkan aktivitasku di YEI sebagai kegiatan sosial di dalam CV? Di beberapa perusahaan kegiatan sosial kita seringkali ditanyakan untuk mengenal siapa kita

Apakah perlu mencantumkan pengalamanku mempresentasikan hasil penelitian di Melbourne beberapa waktu lalu? Ini bisa menjadi nilai lebih bagi seorang researcher, tetapi ini juga berhubungan dengan epilepsi

Apakah riwayat kesehatan dan epilepsi menjadi pertimbangan bagi perusahaan ini dalam penerimaan karyawan baru?

Akhirnya kali ini aku memutuskan berani untuk mencantumkan informasi tentang epilepsi di dalam CVku. Dengan pertimbangan bahwa cepat atau lambat siapa pun akan tahu tentang riwayat epilepsiku. Jika HRD dari perusahaan tersebut pintar, dia pasti juga akan mencari tahu segala hal tentang ku di Google. Ketika aku ketik nama ku di google, maka aku akan menemukan banyak informasi tentang diriku dan riwayat epilepsi.

Seiring dengan aktivitas YEI di facebook, aku pun mulai sering mendapatkan wall post dari rekan-rekan yang bertanya tentang epilepsi. Pada awalnya aku sempat berpikir untuk menghapusnya. Tetapi jika aku melakukan hal ini, maka aku kembali menjadi Aska di masa lalu, yaitu Aska yang menolak fakta bahwa dirinya adalah ODE. Akhirnya aku putuskan tidak menghapus postingan tersebut, dengan resiko bahwa semua orang bisa membacanya, termasuk orang HRD dari perusahaan ini.

Aku menyampaikan informasi apa adanya di dalam CV. Semoga MD ataupun HRD bisa lebih bijak menyikapinya. Semoga mereka lebih memusatkan perhatian pada pengalamanku bekerja di prusahaan kompetitor ataupun pengalamanku melakukan presentasi di seminar internasional.

3 hari setelah mengirimkan CV, aku diundang untuk interview dengan MD. Beberapa hal yang dibahas adalah pengalaman melakukan penelitian dan analisis data. Sampai akhirnya di sesi akhir interview pertanyaan yang aku khawatirkan muncul:

“Aska…saya baca di CV ini kamu juga aktif di YEI, serta pernah juga presentasi di seminar internasional tentang epilepsi. Apakah kamu adalah ODE?”

Haruskah aku jujur?

Aku tetap tidak berani jujur. Langsung muncul penyesalan dalam benakku. 

Harusnya aku tidak perlu menulis informasi apapun tentang epilepsi dalam CV.

Yang aku inginkan sebenarnya adalah menunjukkan prestasiku dalam sebuah seminar internasional. Tapi rupanya dia lebih concern kepada statusku sebagai ODE

“Bukan, saya mulai aktif di YEI saat dulu penelitian tesis. Lalu hasil tesis saya presentasikan di Melbourne. Karena sudah kenal dekat dengan pengurus YEI, maka sampai sekarang saya masih turut serta membantu dalam kepengurusan YEI”, kataku setengah berbohong sambil menyadari bahwa sebaiknya lain kali informasi tentang epilepsi aku hapus saja dari CV, karena sepertinya si MD ini sangat concern dengan karyawan epilepsi.

Aku khawatir dia tidak bisa memperkerjakan karyawan ODE.

“ok, saya hanya ingin tahu saja. Interview cukup sampai disini. Berikut saya beri tawaran pekerjaannya”

Beliau pun langsung memberi surat tawaran pekerjaan berisi detail tentang gaji dan tanggung jawab. Tawaran gaji dan tanggung  jawab yang lebih tinggi membuatku tidak perlu berpikir panjang lagi untuk mengambil keputusan. Aku jawab ‘ya’ saat itu juga.

Terkadang aku jadi merasa aneh sendiri. Dahulu aku bisa bersahabat dengan epilepsi. Aku tidak malu mengakui diriku adalah ODE. Tetapi kenapa sekarang berbeda? Mengapa aku jadi lebih berhati-hati untuk bercerita bahwa aku adalah ODE? 


Mungkin karena dahulu situasi yang aku hadapi adalah situasi sekolah/kuliah. Sedangkan saat ini yang aku hadapi adalah dunia kerja, dengan persaingan antar pekerja yang semakin ketat dan kompleks.


***

Aku mulai bekerja di perusahaan Inggris ini di akhir juni 2012. Kantor perusahaan ini berada di daerah Rasuna Said Jakarta Selatan. Di minggu pertama aku langsung mendapatkan perintah dinas ke luar kota. Pekerjaan di sini lebih berat dan menantang dari pada pekerjaan di kantor sebelumnya, karena aku harus mempersiapkan segala hal sendiri. Setiap orang sudah memiliki project masing-masing. Selain itu jumlah projectnya juga jauh lebih banyak daripada jumlah projectku di kantor sebelumnya. Di satu sisi pekerjaan ini melelahkan. Tetapi di sisi lain banyak sekali pengalaman berharga yang aku dapatkan dari perusahaan ini.

Bersama teman-teman Kadence

Aku pun mulai sering lembur dan terlambat makan malam. Kebiasaan ini terus berulang setiap hari. Setiap malam aku pulang dalam kondisi lelah, dan ingin segera tidur. Pada pagi hari, aku pun bangun jam 8. Aku mulai sulit bangun pagi karena kondisi tubuh yang lelah. Pada akhirnya aku pun malas menyiapkan sarapan pagi, dan lebih memilih langsung berangkat ke kantor. Aku mulai kerja jam 10 pagi dan selesai paling cepat jam 7 malam. Begitu terus setiap hari. Di akhir pekan, aku pun tidak sempat beristirahat karena harus mempersiapkan segala hal yang berhubungan dengan acara pernikahan dengan Putri di akhir tahun 2012.  


Akhirnya kondisi tubuh pun tidak bisa berbohong. Tiba-tiba serangan kejang itu muncul lagi. Aku mengalami serangan kejang di dalam kantor. Semua orang melihatku dengan terkejut saat itu..........

Tidak ada komentar:

Posting Komentar