#2 ODE
perempuan mengklasifikasikan penyakit berdasarkan penyebabnya. Sedangkan ODE laki-laki
mengklasifikasikan penyakit berdasarkan akibatnya.
“Oke teman-teman, sekarang kita memasuki
pertanyaan kedua ya”, aku membuka pembicaraan
“Sekarang, tolong masing-masing kelompok tuliskan
segala jenis penyakit yang diketahui”, perintahku.
Aku minta mereka bekerja sama dalam tim. Aku lihat
mereka mulai menulis jenis-jenis penyakit apa saja yang mereka ketahui. Dari
observasi terlihat bahwa tim perempuan lebih cepat bekerja daripada tim
laki-laki. Tim laki-laki nampak lebih lama berpikir dalam menentukan jenis
penyakit yang akan ditulis. Ada yang menjadi pertimbangan tim laki-laki? Aku
harus menggali informasi tentang hal ini.
Berikut hasilnya.
“Silahkan kelompokkan penyakit-pemyakit tersebut
dalam 2 atau 3 atau 4 kelompok. Terserah kalian. Tolong kelompokkan berdasarkan
opini kalian. Jangan kelompokkan berdasarkan kelompok medis seperti penyakit
menular atau tidak, penyakit syaraf atau bukan, dll. Kalau hal ini saya sudah
tahu. Saya hanya tinggal baca buku kedokteran saja”, perintahku
Mereka nampak berpikir, lalu perlahan-lahan mulai
mengelompokkan penyakit-penyakit tersebut ke dalam 2 kelompok.
Hasilnya, ODE perempuan mengelompokkan penyakit
berdasarkan penyebabnya, yaitu penyakit yang disebabkan faktor genetik dan
faktor gaya hidup.
Sedangkan ODE laki-laki nampak lebih complicated.
Mereka mengelompokkan penyakit berdasarkan akibatnya, yaitu penyakit yang
memiliki dampak besar pada faktor ekonomi tetapi dampak kecil pada stress, dan sebaliknya,
penyakit yang memiliki dampak kecil pada faktor ekonomi, tetapi dampak besar
pada stress.
“Oke, jadi masing-masing ada 2 kelompok penyakit
ya. Sekarang tolong beritahu saya penyakit epilepsi masuk dalam kelompok mana?,
tanya ku pada mereka
“Epilepsi, asma, masuk ke dalam penyakit karena faktor
genetik/alergi. Karena epilepsi itu muncul karena memang masalah di otak kita,
biasanya karena faktor keturunan atau kecelakaan. Sedangkan kanker, diabetes, itu karena faktor
gaya hidup kita yang berlebihan. Terlalu banyak merokok, terlalu banyak
makan/minum manis, dll”, jawab kelompok perempuan
“Jadi gaya hidup itu perlu diperhatikan atau tidak
bagi ODE?”, tanyaku pada kelompok perempuan
“Iya perlu. Kalau bicara penyebab, epilepsi memang
bukan penyakit karena gaya hidup, sehingga mungkin ini yang menyebabkan
epilepsi itu kalah populer dengan diabetes, jantung, kanker, lupus. Tetapi
sebenarnya, solusinya juga bisa berhubungan dengan gaya hidup. Misal kita set
gaya hidup sehat pada diri kita untuk menghindari 5K (kelaparan, kecapekan,
kepananasa, kedinginan, kepikiran)”
Oke, aku dapat insight
dari tim perempuan. Untuk lebih efektif
mensosialisasikan epilepsi pada masyarakat, kita harus sertakan epilepsi
sebagai bagian dari gaya hidup kita.
Lalu aku tanya ke kelompok laki-laki. “Epilepsi
masuk ke dalam kelompok ke dua, yang berdampak kecil pada faktor ekonomi,
tetapi berdampak besar pada stress. Biaya pengobatan epilepsi tidak akan
semahal pengobatan penyakit tumor, kanker, jantung. Tetapi dampaknya sangat
besar terhadap stress”, jawab kelompok laki-laki.
Dari observasi nampak bahwa cara berbicara tim
laki-laki tidak bisa lepas seperti tim perempuan. Tidak ada satu orang pun dari
tim perempuan yang menyebutkan kata “stress”. Sedangkan hampir semua anggota
tim laki-laki menyebutkan kata “stress”. Ada apa ini? Sepertinya masih banyak
informasi yang harus digali dari tim laki-laki.
Nanti, dari beberapa pertanyaan berikutnya, aku akan
mendapatkan informasi yang konsisten dari tim laki-laki, bahwa epilepsi memang
berdampak besar pada kesehatan psikologis mereka.
(BERSAMBUNG)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar