Kamis, 26 Januari 2017

#35 Epilepsi: Antara Gaya Hidup & Stress

#2 ODE perempuan mengklasifikasikan penyakit berdasarkan penyebabnya. Sedangkan ODE laki-laki mengklasifikasikan penyakit berdasarkan akibatnya.

“Oke teman-teman, sekarang kita memasuki pertanyaan kedua ya”, aku membuka pembicaraan

“Sekarang, tolong masing-masing kelompok tuliskan segala jenis penyakit yang diketahui”, perintahku.

Aku minta mereka bekerja sama dalam tim. Aku lihat mereka mulai menulis jenis-jenis penyakit apa saja yang mereka ketahui. Dari observasi terlihat bahwa tim perempuan lebih cepat bekerja daripada tim laki-laki. Tim laki-laki nampak lebih lama berpikir dalam menentukan jenis penyakit yang akan ditulis. Ada yang menjadi pertimbangan tim laki-laki? Aku harus menggali informasi tentang hal ini.

Berikut hasilnya.




“Silahkan kelompokkan penyakit-pemyakit tersebut dalam 2 atau 3 atau 4 kelompok. Terserah kalian. Tolong kelompokkan berdasarkan opini kalian. Jangan kelompokkan berdasarkan kelompok medis seperti penyakit menular atau tidak, penyakit syaraf atau bukan, dll. Kalau hal ini saya sudah tahu. Saya hanya tinggal baca buku kedokteran saja”, perintahku

Mereka nampak berpikir, lalu perlahan-lahan mulai mengelompokkan penyakit-penyakit tersebut ke dalam 2 kelompok.

Hasilnya, ODE perempuan mengelompokkan penyakit berdasarkan penyebabnya, yaitu penyakit yang disebabkan faktor genetik dan faktor gaya hidup.

Sedangkan ODE laki-laki nampak lebih complicated. Mereka mengelompokkan penyakit berdasarkan akibatnya, yaitu penyakit yang memiliki dampak besar pada faktor ekonomi tetapi dampak kecil pada stress, dan sebaliknya, penyakit yang memiliki dampak kecil pada faktor ekonomi, tetapi dampak besar pada stress.




“Oke, jadi masing-masing ada 2 kelompok penyakit ya. Sekarang tolong beritahu saya penyakit epilepsi masuk dalam kelompok mana?, tanya ku pada mereka

“Epilepsi, asma,  masuk ke dalam penyakit karena faktor genetik/alergi. Karena epilepsi itu muncul karena memang masalah di otak kita, biasanya karena faktor keturunan atau kecelakaan.  Sedangkan kanker, diabetes, itu karena faktor gaya hidup kita yang berlebihan. Terlalu banyak merokok, terlalu banyak makan/minum manis, dll”, jawab kelompok perempuan

“Jadi gaya hidup itu perlu diperhatikan atau tidak bagi ODE?”, tanyaku pada kelompok perempuan

“Iya perlu. Kalau bicara penyebab, epilepsi memang bukan penyakit karena gaya hidup, sehingga mungkin ini yang menyebabkan epilepsi itu kalah populer dengan diabetes, jantung, kanker, lupus. Tetapi sebenarnya, solusinya juga bisa berhubungan dengan gaya hidup. Misal kita set gaya hidup sehat pada diri kita untuk menghindari 5K (kelaparan, kecapekan, kepananasa, kedinginan, kepikiran)”

Oke, aku dapat insight dari tim perempuan. Untuk lebih efektif mensosialisasikan epilepsi pada masyarakat, kita harus sertakan epilepsi sebagai bagian dari gaya hidup kita.

Lalu aku tanya ke kelompok laki-laki. “Epilepsi masuk ke dalam kelompok ke dua, yang berdampak kecil pada faktor ekonomi, tetapi berdampak besar pada stress. Biaya pengobatan epilepsi tidak akan semahal pengobatan penyakit tumor, kanker, jantung. Tetapi dampaknya sangat besar terhadap stress”, jawab kelompok laki-laki.

Dari observasi nampak bahwa cara berbicara tim laki-laki tidak bisa lepas seperti tim perempuan. Tidak ada satu orang pun dari tim perempuan yang menyebutkan kata “stress”. Sedangkan hampir semua anggota tim laki-laki menyebutkan kata “stress”. Ada apa ini? Sepertinya masih banyak informasi yang harus digali dari tim laki-laki.

Nanti, dari beberapa pertanyaan berikutnya, aku akan mendapatkan informasi yang konsisten dari tim laki-laki, bahwa epilepsi memang berdampak besar pada kesehatan psikologis mereka.


(BERSAMBUNG)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar