Malam
ini tubuhku mulai terasa lelah. Sepanjang hari aku habiskan waktu untuk
berkeliling kota Medan, bersama tim riset lokal untuk bertemu konsumen
dalam sesi interview pengumpulan data
riset. Medan adalah kota terakhir yang aku kunjungi dalam seminggu belakangan
ini. Sebelumnya aku juga mengawasi jalannya riset di Jabodetabek, Makassar,
Surabaya, Yogyakarta. Pekerjaan ini
melelahkan, tetapi aku puas, karena memang inilah bidang pekerjaan yang sesuai
dengan passionku: riset & perilaku konsumen.
Tim
kota Medan pun mengantarkan ku ke sebuah hotel untuk beristirahat malam ini.
Aku pun segera check in dan lantas menuju kamar. Sesampainya di depan kamar, aku lantas menaruh
kartu kunci pada depan sensor pintu, dan pintu pun terbuka dengan sendirinya.
Ketika
aku membuka pintu, yang aku lihat hanya kegelapan dalam kamar. Sunyi sepi, aku
tidak mendengar suara apapun. Sudah seminggu ini aku tidak mendengar suara anak
kecil yang biasanya bersemangat
menyambut kedatanganku
“Ayah….”,
aku ingat nada suara itu
“Ayah
dari mana sih?”, Setiap hari Sofia menyambut kedatanganku di rumah sepulang kerja dengan pertanyaan itu.
Biasanya
dia juga bersembunyi saat aku membuka pintu. Dengan bahasa kalbu, dia mengirimkan sinyal kepadaku, dia minta
aku untuk berusaha mencarinya ke tempat persembunyiannya. Saat aku berusaha
mencari, dia pun lantas muncul dengan tiba-tiba untuk membuatku terkejut.
Setelah
itu dia biasanya langsung memeluk dan menciumku. Terkadang dia melakukan hal
ini sambil mengucapkan “Aku sayang Ayah”. Ini adalah ucapan tulus dan jujur
dari seorang anak yang hampir berumur 3 tahun.
Dia
lalu menanyakan berbagai hal kepada ku:
“Ayah
dari mana?”, belum sempat aku jawab dia sudah bertanya kembali
“Ayah
udah makan?”, aku menggelengkan kepala
“Ayah
udah mandi?”, aku kembali menggelengkan kepala
“Ayah
udah sholat?”
“Belum,
Ayah kan baru pulang dari kantor, sekarang baru mau mandi, sholat, terus
makan”, aku menjawab

Aku
bersyukur memiliki keluarga yang memahami dan terus mendukungku hidup sebagai
ODE. Mereka tidak pernah lupa mengingatkanku untuk mengkonsumsi obat. Ini
membuatku tetap bersemangat menjalani hidup. Sebagai kepala keluarga aku harus
tetap sehat, agar tetap bisa memenuhi kebutuhan lahir-batin istri dan anakku.
Aku
terkadang heran melihat beberapa teman ODE yang tidak mau disiplin mengkonsumsi
obat anti epilepsi, padahal keluarganya selalu mendukung dia untuk bisa sembuh
dan bebas serangan kejang. Mungkin mereka lupa bahwa epilepsi tidak hanya
membawa dampak bagi dirinya pribadi sebagai ODE, tetapi juga keluarganya sebagai
suami/istri/ayah/ibu/anak dari ODE.
***
Aku
sudah selesai mandi malam ini di kamar hotel. Aku pun hanya duduk di atas kasur
ditemani suara TV. Biasanya setiap hari,
setelah mandi sepulang kerja, suara itu muncul lagi menyambutku keluar dari
kamar
“Ayah
udah mandi?”
“Udah,
ini udah selesai”
“Ayah
udah sholat?”, jika saat itu aku belum sholat, biasanya aku lantas mengajak dia
sholat berjamaah denganku.
“Ayah
udah makan?”, kalau saat itu aku sudah selesai makan, biasanya dia lantas
meminta neneknya, yang menjaganya sepanjang hari, untuk pulang ke rumah, dan
Sofia akan menghabiskan waktu bersamaku di rumah.
Tetapi
malam ini aku hanya ditemani oleh suara TV. Aku pun langsung mengambil obat
anti epilepsi dalam tasku, dan segera meminumnya. Aku sudah sempat makan malam
sebelum tiba di hotel tadi. Walaupun aku sudah bebas serangan kejang
bertahun-tahun, aku tetap harus menjaga kondisi dengan mengkonsumsi obat.
Saat
ini Sofia masih rajin mengingatkanku untuk konsumsi obat setiap hari. Tetapi
beberapa tahun lagi, saat dia beranjak besar, remaja, dan dewasa, mungkin dia
tidak bisa lagi rutin mengingatkanku minum obat. Dia sudah memiliki kesibukan
sendiri.
Jadi
siapakah yang bisa membantuku setiap saat mengingatkan konsumsi obat, mencatat
beberapa kejadian terkait dengan evaluasi pengobatan dan efek samping obat?
Pertanyaan
ini sudah terpikirkan olehku bersama teman-teman pengurus Yayasan Epilepsi
Indonesia (YEI) sejak beberapa tahun yang lalu. Saat ini sistem informasi sudah
semakin canggih. Kini ada sistem mobile yang membantu kita pesan dan membeli
obat secara online, konsultasi langsung dengan dokter via mobile phone system
lengkap dengan biaya konsultasinya, dll.
Apakah
mungkin kita memiliki sistem informasi epilepsi berbasis android dan iOS agar
dapat dipakai di handphone kita? Alhamdulillah visi ini disambut baik oleh PT
Kalbe Farma, tbk.
Saat
ini YEI dan Kalbe sedang mengembangkan aplikasi epsydiary berbasis Android dan
iOS. Dalam aplikasi ini kita dapat mencatat waktu konsumsi obat lengkap dengan
remindernya, form untuk mencatat indikasi efek samping obat sebagai bagian dari
tahap evaluasi proses pengobatan, mencatat kapan munculnya serangan kejang,
ataupun panduan P3K bagi ODE saat terkena serangan kejang.
Saat
ini sistem informasi epsydiary sudah memasuki tahap trial. Sekian banyak ODE
dan dokter diundang untuk mencoba sistem ini sebelum nantinya resmi launching
di bulan desember 2016. Ketika sudah resmi launching kita dapat download gratis
di google play store & apple app store.
Selain
mengembangkan sistem, kita juga wajib untuk mendidik para ODE agar siap dengan
sistem ini. ODE menjadi lebih disiplin dalam mencatat segala bentuk serangan
kejang yang dialami, waktu dan tempat munculnya serangan kejang, obat yang
dikonsumsi, efek samping obat, dll.
Informasi
yang detail dan lengkap ini dapat membantu dokter dalam memberikan solusi yang
tepat bagi setiap ODE. Selama ini ODE
hanya kontrol rutin bulanan ke dokter untuk meminta resep obat. Di dalamnya
tidak banyak dilakukan evaluasi kinerja obat dalam tubuh ODE, karena ODE
sendiri juga tidak banyak mencatat hal-hal yang terjadi pada tubuhnya selama
mengkonsumsi obat. Informasi yang didapatkan oleh para dokterpun tidak lengkap.
Aplikasi
epsydiary ini diharapkan dapat mendukung kerja sama dokter dan ODE menjadi
lebih optimal
***
Latar
belakang pekerjaan sebagai researcher dan data analyst, membuatku melihat
adanya peluang lain yang dihasilkan dari epsydiary ini, yaitu big data epilepsi
dan ODE di Indonesia.
Jika
nantinya banyak ODE yang menggunakan aplikasi ini, YEI bisa mendapatkan data
yang sangat besar tentang ODE di Indonesia, seperti:
- Distribusi penyebaran populasi ODE di setiap kota di Indoensia.
- Distribusi penyebaran pengguna berbagai macam jenis obat anti epilepsi di Indonesia.
- Distribusi jenis serangan kejang yang dialami ODE di setiap kota di Indonesia.
- Profil ODE di Indonesia: gender, usia, dll
- Kita catat kapan serangan kejang muncul, nanti terbentuk pola kejang muncul setiap sekian hari, sekian minggu, atau sekian bulan. Dengan analisis statistik, kita dapat melihat pola angka-angka tersebut dan kemudian memprediksi ke depannya kapan serangan kejang kemungkinan besar akan muncul.
Ini
hanya lah beberapa contoh informasi yang bisa kita dapatkan. Masih banyak
informasi-informasi lainnya jika kita telaah datanya lebih dalam lagi.
Informasi-informasi ini nantinya dapat dimanfaatkan bagi kita dalam berbagai
hal, salah satunya adalah memberikan data yang lebih valid bagi Kementrian
Kesehatan RI tentang epilepsi di Indonesia. Kita punya data yang lebih valid
tentang distribusi penggunaan obat anti epilepsi di setiap kota di Indonesia.
Sehingga jika kita menemui masalah kesulitan obat seperti saat ini, kita bisa
memberi saran bagi kemenkes untuk memproduksi kembali jenis obat tertentu,
ataupun mengatur ulang arus distribusi obat, agar obat yang tepat didapatkan
oleh ODE yang tepat. Jangan lupa bahwa setiap ODE itu mengkonsumsi obat anti epilepsi
yang berbeda, dengan dosis yang berbeda pula.
Ah,
ini hanyalah anganku saat ini, semoga suatu saat dapat terwujud. Langkah
pertama yang harus aku lakukan saat ini adalah mencoba sistem trial
epsydiary, memberikan feedback bagai
developer system, sampai akhirnya sistem informasi epsydiary benar-benar resmi
dilaunching. Nantinya sistem dapat terus diupdate menambah beberapa fitur-fitur
lain.
Mungkin
fitur tambahannya adalah bisa mengganti suara reminder konsumsi obat. Kalau
bisa, aku akan mengganti suara remindernya dengan suara Sofia, “Ayah sudah
minum obat?”